Kamis, 08 Juli 2010

Perbedaan BMT dan Bank

Perbedaan signifikan antara lembaga keuangan konvensional dan syariah terutama pada nilai filosofinya. Hal ini kemudian diturunkan pada system dan praktek sehari-hari. Kalau mau lebih jelas barangkali Bapak/Ibu bisa membandingkan akad transaksi konvensional dengan akad transaksi syariah beserta konsekwensi-konsekwensi ke depannya. Sistem konvensional cenderung merugikan salah satu pihak yang bertransaksi. Sedangkan system syariah berangkat dari niat saling tolong.

Ditinjau dari sisi praktis keseharian bisa saja ada kesamaan sebagaimana cara makannya orang tak beriman dengan cara makannya seorang muslim.

Mengenai kolekting harian yang dilakukan hampir semua BMT kepada anggota pembiayaannya didasarkan atas alasan yang beragam. Kalau di BMT, kolekting harian dilakukan pertama, atas permintaan anggota agar dengan maksud merasa selalu diingatkan akan kewajibannya. Hal ini penting bagi mereka agar mereka bisa mengatur keuangannya dengan baik. Kalau ditunda seminggu atau sebulan biasanya selain suka lupa juga uang bagi hasil terpakai untuk keperluan yang lain. Kedua, dengan kolekting harian, marketing BMT bisa bersilaturraim setiap hari, memberi sekadar advis bisnis bahkan da’wah. Ketiga, Tamzis menyadari bahwa dana yang diputar melalui anggota pembiayaan adalah dana amanah dari anggota lain yang harus dipertanggung-jawabkan. Kolekting harian mengurangi secara signifikan pembiayaan macet. Keempat, marketing BMT keliling harian juga sekaligus melayani anggota yang mau nitip (nabung) dan yang mengambil titipan. Tamzis melakukan pelayanan jemput bola. Apa pun keperluan anggota dapat dilayani di tempat anggota.

BMT yang berbadan hukum koperasi harus mengganti sistem bunga yang biasa diterapkan dalam sistem perkoperasian di Indonesia 23dengan sistem yang sesuai dengan prinsip Islam yaitu bagi hasil, sehingga merancang sebuah konsep lembaga koperasi syariah adalah suatu kebutuhan yang harus dilakukan.
Permasalahan pelaksanaan mudharabah di BMT pada umumnya?

Permasalahan utama yang terjadi untuk akad ini ialah:
1. Resiko yang terlalu besar
2. Moral Hazard. Ada kalanya pemberiaan uang usaha tidak digunakan untuk usaha, tetapi untuk hal lain.
3. Dibutuhkan sdm khusus untuk mengawal akad ini.
4. Ada kalanya pengusaha belum rela untuk berbagi keuntungan dengan pemodal, misal, keuntungan usaha bakso marginnya bisa sampai 40% pertahun, nah bila memakai akad mudharabah maka pengusaha akan mendapatkan margin yang lebih rendah karena harus berbagi dengan lembaga keuangan syariah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar