Jumat, 09 Juli 2010

Peran Pemberdayaan BMT

Industri lembaga keuangan syariah (LKS) dalam beberapa tahun terakhir ini khususnya di Indonesia sedang berkembang cukup pesat. Bahkan LKS dinilai lebih tahan dari krisis global. Muhammad Syafi’i Antonio mengatakan, di tengah kondisi krisis ekonomi saat ini, pasar modal sudah terpangkas cukup banyak. Investor yang menitipkan aset di saham pun sudah banyak tergerus, sementara di sisi likuiditas semakin ketat dengan investor yang menyelamatkan asetnya. Menurutnya sistem keuangan syariah menawarkan sistem yang lebih amanah dan bertanggung jawab. (Republika, 27 Maret 2009).
Bank syariah telah membuktikannya, selama dua bulan pertama pada tahun 2009 kinerja pertumbuhan pembiayaan tetap tinggi, dan penyaluran pembiayaan secara berkelanjutan terus mengalami peningkatan dari 33,3% pada Februari 2008 menjadi 47,3% pada Februari 2009. (Media Indonesia, 13 April 2009). Hal ini pun dapat terlihat dari peningkatan aset perbankan syariah, yaitu :

Mendirikan BMT

Salah satu lembaga keuangan Islam msa kini yang paling strategis dan
fungsional untuk mengentaskan kemiskinanummat, adalah BMT (Baitul Mal wat
Tanwil). Lewat lembaga BMT, masyarakat miskin dan pedagang kecil akan
dilepaskan dari jeratan sistem riba (bunga) dan mengalihkannya kepada sistem
ekonomi Islam yang disebut dengan bagi hasil (mudharabah, murabahah, dan
musyarakah).

Keperluan Yang Mendesak BMT perlu didirikan di wilayah-wilayah bisnis
strategis, karena :
1. Membantu pengusaha kecil muslim dalam masalah permodalan.
2. Menggeser peranan rentenir yang sangat mencekik / menghisap darah
manusia.
3. Menyelamatkan tabungan umat Islam dari ancaman bunga (riba), dan
sekaligus menghindarkan mereka dari perbuatan maksia (kufur nikmat).
4. Tersedianya semacam koperasi syariah sebagai alternatif lembaga
keuangan ummat.
5. Mendirikan, membangun dan mengembangkan BMT merupakan wujud nyata
dari amal sholih dan merupakan pelaksanaan dakwah bil hal

Keistimewahan Dan Keuntungan Baitul Mal wat Tanwil merupakan wadah keuangan
yang bersifat bisnis yang dijalankan menurut syariah Islam, terbebas dari bunga yang diharamkan Al-Qur’an dan Sunnah. BMT tersebut mempunyai keistimewahan dan keuntungan antara lain :
1.Memberikan kenyamanan perasaan, karena operasionalnya dilaksanakan
berdasarkan syariat Islam, dengan sistem bagi hasil (mudharabah), tanpa bunga.
2.Mendapat keuntungan duniawi dan ukhrawi. Keuntungan duniawi adalah
hasil profit (keuntungan secara otomatis) dari mudharabah. Keuntungan tersebut langsung ditambahkan pada nominal simpanan nasabah. Sedangkan keuntungan ukhrawi berarti tidak mendapat beban dosa di akhirat, bahkan mendapat pahala karena telah mengamalkan prisnsip Al-Qur’an dan Sunnah.
3.Bermuamalah secara syariah mempunyai nilai ibadah.
4.Melatih dan menguji iman kepada Allah SWT.

Menghidupkan Ekonomi Islam Mengamalkan sistem ekonomi syariah lewat BMT. BPR Syariah, BMI (Bank Muamalat Indonesia), Takaful Syariah, berarti menghidupkan fiqh mu’amalah. Ummat Islam Indonesia, lebih dari delapan abad mengabaikan dan mencampakkan sebagian besar ajaran fiqh mu’amalah yang tertuang dalam kitab-kitab fiqh Islam, baik secara sadar maupun tidak.
Dalam diri ummat Islam, elah mandarah daging sistem kapitalis yang sarat
dengan praktek ribawi, sehingga pada masa kini, setiap aktivitas keuangan,
ekonomi dan bisnis Islam, selalu berhubungan dengan sistem riba. Berdasarkan
realitas tersebut, hampir tak mungkin rasanya kita melepaskan diri dari sistem ekonomi ribawi.
Akan tetapi, sebagai ummat yang beriman, apakah tidak ada keinginan kita
untuk mengamalkan dan menghidupkan kembali ajaran fiqh muamalah tersebut? Upaya menghidupkan fiqh muamlah bukanlah sekedar mitos apalagi Utopia, tetapi telah menjadi kenyataan yang mencengangkan dunia. Kini negara-negara Eropa, Afrika, Asia bahkan Amerikatelah melirik keunggulan sistem ekonomi syariah. Bahkan City Bank telah menerapkan sistem ekonomu syariah pada salah satu bank yang dioperasikannya. Di luar negeri, sistem ekonomi syariah mengalami kemajuan dan dapat bersaing dengan perbankan konvensional, tentu di negara Indonesia yang mayoritas Islam, kemunkinan itu lebih besar.

Bahkan dunia perbankan konvensional dari negara-negara Amerika, Eropa dan
Cina, secara besar-besaran melirik sistem ekonomi mu’amalat. Hal ini dibuktikan oleh antusias mereka untuk menghadiri pelatiah sestem operasional bank syariah di Malaysia pada pertengahan September tahun 1997 ini. Kegairahan mereka untuk mengetahui sistem muamalah syariah telah terbukti secara ekonomis mendapat keuntungan secara manusiawi dan adil, di samping prinsipnya jauh dari unsur penekanan dan individualitis.

Pandangan Pesimis Kadang-kadang muncul dengan pesimis dari sebagian umat
Islam terhadap kemungkinan ekonomi yang berlandaskan syariah. Ada sebagian ahli ekonomi konvensional maupun pelaku perbankan umum, yang mengajukan pertanyaan, “Bagaimana mungkin sebuah lembaga keuangan dapat maju dan berkembang tanpa bunga, dari mana keuntungan diperoleh, bagaimana bisa menggaji pegawai?
Munculnya pandangan tersebut disebabkan karena mereka kurang memahami sistem
ekonomi syariah dan tidak melihat fakta sejarah di negara-negara lain di mana
sistem ekonomi syariah mengalami kemajuan luar biasa.
Keuntungan lembaga keuangan syariah diperoleh, bukan dari bunga, tetapi lewat keuntungan bagi hasil, baik melalui sistem mudharabah, murabahah, ba’i
bitsamanil ajil, dsb. Kadang-kadang muncul pula anggapan dari sebagian ummat
Islam yang memandang hasil bunga dan mudharabah sama saja, dan hal itu
merupakan tukar istilah saja. Pandangan seperti ini, merupakan pandangan yang
sangat dangkal terhadap sistem mudharabah tersebut. Karena itu, paparan berikut akan menguraikan perbedaan mendasar antara keduanya.

Perbedaan Bunga dengan Mudharabah Perbedaan bunga (riba) dan bagi hasil
(mudharabah) ditinjau dari empat sisi,
Pertama, peminjam (kredit)
a).Penentuan bunga ditetapkan sejak awal, tanpa berpedoman pada untung
rugi. Misalnya, si A meminjam uang di sebuah Bank non Syariah sebesar Rp.
5.000.000.- Besar bunga yang harus dibayar si peminjam, telah ditetapkan secara pasti, misalnya, 20% setahun. Pembayaran bunga tersebut, tidak didasarkan kepada untung rugi si peminjam, tetapi harus berpedoman kepada persentase bunga yang telah ditetapkan. Seandainya si A tadi mengalami kerugian, ia diwajibkan juga untuk membayar sebesar bunga yang telah ditetapkan. Jika dia tidak mampu membayarnya maka agunannya akan diambil oleh Bank.
Dalam sistem mudharabah, penentuan bagi hasil berpedoman kepada
untung rugi si peminjam. Besarnya jumlah bagi hasil yang disetorkan kepada
lembaga syariah, diketahui setelah berusaha atau sesudah ada hasil
keuntungannya. Dalam sistem mudharabah yang ditetapkan hanyalah persentase bagi
mudharabah. Misalnya, 30 % keuntungan untuk bank dan 70 % untuk si peminjam.
Berhubungan keuntungan itu tidak menetap, maka besarnya jumlah setoran setiap
bulan berfluktuasi (naik-turun) sesuai dengan keuntungan yang diperoleh si
peminjam (mudharib).
b). Dalam sistem bunga, jika terjadi kerugian, maka kerugian itu menjadi
tanggungan si peminjam saja. Sedangkan dalam sistem mudharabah, kerugian itu
ditanggung bersama. Pihak lembaga syariah menanggung kerugian materi, sedangkan
si peminjam menanggung kerugian tenga kerja, waktu dan pikiran.
c). Besarnya bunga yang dibayar si peminam, pasti diterima bank, sedangkan
dalam sistem mudharabah pihak bank/BMT, belum tentu mendapat keuntungan bagi
hasil, tergantung kepada keuntungan perusahaan yang dikelola si peminjam.
Karena itu, pada sistem mudharabah, keberhasilan usaha menjadi perhatian
bersama pihak bank dan pihak peminjam (debitur).

Kedua, Tabungan / Simpanan / Deposito
a).Dalam sistem bunga, besarnya pembayaran bunga tidak meningkat
meskipun keuntungan meningkat, karena persentase bunga telah ditetapkan secara pasti tanpa didasarkan kepada untung rugi sebuah bankl. Sedangkan dalam sistem mudharabah pembagian keuntungan bagi hasil menjadi meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah keuntungan.
Misalnya, si A mendepositokan uang di sebuah Bank non Syariah Rp.
10.000.000,- dengan bunga 20 % setahun. Maka setahun kemudian, si A mendapat
bunga sebesar Rp. 2.000.000,-. Jumlah bunga tersebut telah diketahui secara
pasti oleh si penabung sejak awal. Jumlah hasil bunga tersebut tidak meningkat meskipun pihak bank mendapat keuntungan 100 % atau lebih.

Ketiga, Tinjauan Hukum Agama
a). Umumnya agama (terutama Islam) mengecam sistem bunga, sedangkan sistem
bagi hasil, tidak ada yang meragukan status hukumnya.
b). Merapkan sistem bunga, berarti melanggar ajaran Al-Qur’an dan Sunnah,
sedangkan menerapkan sistem mudharabah berarti mengamalkan kandungan Al-Qur’an dan Sunnah.

Keempat, Prinsip Filosofis
Prinsip ekonomi syariah adalah keadilan, kebersamaan dan tolong
menolong, saling mendorong meningkatkan prestasi dan didasarkan kepada dokterin tauhid. Jadi, pada prinsip sistem mu’malah, sistem penekanan, ketidakadilan, dan individualitis, dihilangkan.


Kenapa BMT Belum Mau Jadi Bank Syariah?!
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) adalah sebuah lembaga keuangan mikro syariah yang visinya adalah menjadi bagian dari kegiatan-kegiatan Maal (harta sosial) yang orientasinya kepada kegiatan sosial, baik produktif maupun konsumtif (penghimpunan dan pemberdayaan ZIS—Zakat, Infaq, Shadaqah). Selain itu, visi bisnis BMT yaitu yang orientasi kegiatannya lebih kepada profit (keuntungan) dengan sistem bagi hasil sehingga dapat menumbuhkembangkan usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin.
Lingkup kerja BMT adalah dari sisi sosial dan bisnis syariah. Sisi sosial yaitu penghimpunan dana ZIS yang diperuntukkan bagi delapan asnaf, pembangunan fasilitas umum, dan kegiatan-kegiatan sosial. Sementara itu, sisi bisnis syariahnya yaitu pengembangan usaha kecil menengah baik produktif maupun konsumtif dengan mengunakan transaksi akad-akad syariah.
Seperti yang jamak kita ketahui, banyak BMT berdiri karena merupakan aspirasi masyarakat kecil yang ingin mendapatkan kesetaraan kelayakan hidup dan ekonomi sehingga kehadiran BMT sangatlah mendukung pengusaha-pengusaha kecil yang berada di pedesaan, di perkampungan kota atau pun di pasar-pasar tradisional. Hal ini terdorong karena banyak perbankan syariah, instansi-instansi besar, baik pemerintah maupun swasta, yang kurang perhatian dalam membantu permodalan untuk usaha kecil. Banyak pedagang kecil tidak bisa mendapatkan modal karena tidak adanya sistem usaha yang baik, manajemen laporan keuangan yang kurang terkontrol, legalitas usaha yang belum ada, serta surat berharga lainnya untuk dijadikan agunan (jaminan) pinjaman modal usaha. Sementara, kalau kita lihat lebih dalam, pedagang-pedagang kecil sangat berpotensi dalam mengembangkan usahanya dengan resiko kerugian kecil dan kesadaran untuk membayar cukup baik melalui pembinaan-pembinaan dan dengan konsep kekeluargaan yang profesional.
Kita tahu bahwa dalam hal regulasi, BMT tidak diatur oleh Bank Indonesia, namun BMT disahkan oleh Menteri Koperasi dan UMKM. Hal ini tidak membuat kinerja BMT kalah dengan bank syariah atau pun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). BMT tetap bekerja dengan mengedepankan profesionalisme, menjaga amanah dan kejujuran, serta menjaga hubungan baik nasabah atau pun karyawan layaknya sebuah keluarga sehingga rasa optimis menuju kesuksesan perekonomian BMT, karyawan, dan nasabah akan terwujud serta memperoleh keberkahan Allah SWT dengan ditambahnya nilai-nilai Islam yang kita tanamkan pada diri kita pada saat menjalankan program BMT tersebut.
BMT sangatlah berbeda dengan BPRS karena legalitas BMT ada di bawah tanggung jawab Departemen Koperasi dengan asas kekeluargaan dikelola secara bersama, sedangkan BPRS di bawah tanggung jawab PT yang diakui atau direkomendasikan BI. BMT tidak diaudit oleh BI, sedangkan BPRS diaudit oleh BI dan Menkeu. Dalam proses operasional, BMT tidak terlalu bankable sedangkan BPRS, karena mengacu kepada BI, terlihat bankable. Kondisi pendukung kerja BMT cukup sederhana walaupun banyak yang sudah layak seperti BPRS, sedangkan BPRS, rata-rata pendukung kerja sudah layak dan memenuhi standardisasi. Permodalan BMT berasal dari masyarakat umum, sedangkan modal BPRS berasal dari pemegang saham tertentu (komisaris). Modal BMT rata-rata di bawah Rp100 juta (ketetapan Menkop Rp15-20 juta untuk tingkat DKI, Rp50-100 juta untuk tingkat nasional), sedangkan modal BPRS Rp2 miliar. Pendekatan BMT kepada nasabah lebih kekeluargaan karena lebih kepada pola binaan dan keterbukaan, sedangkan BPRS masih bersifat prosedural.
Karena perbedaan tersebut, BMT belum mau dan belum bisa untuk menjadi BPRS karena khawatir akan menjadi pola prosedur yang akan mengikat dalam aturan dan ketetapan sehingga ruang gerak pemberdayaan usaha kecil semakin kecil. Walaupun begitu, BMT bisa bekerja sama dengan BPRS, kenapa? Karena, pertama, ternyata market share usaha BPRS sama dengan BMT, kedua, proses linkage program BPRS lebih mudah dan tidak begitu bankable, seperti tidak perlu agunan (jaminan) dan prosesnya lebih cepat meskipun share nisbah masih cukup besar dibandingkan bank syariah.
Saya berharap, biarlah BMT tetap berjalan dan eksis dalam kancah perekonomian nasional. Selama sistem perekonomian yang masih kapitalis dan selalu lebih menguntungkan usaha makro, saya pikir, para pengusaha kecil tidak akan bisa terjamah dan teringankan, walau pun sekarang banyak muncul unit-unit mikro yang didirikan bank-bank syariah. Mari kita sukseskan ekonomi kerakyatan dalam pelaksanaan pola syariah pada BMT-BMT…AMIN….

Kamis, 08 Juli 2010

PRODUK DAN LAYANAN BMT

PRODUK SIMPANAN
1. Simpanan Mudharabah
Simpanan anggota yang dapat disetor dan ditarik setiap saat.Setoran awal minimal Rp.10.000 dan selanjutnya minimal Rp.5.000

2. Simpanan Pendidikan
Simpanan yang diperuntukkan untuk membiayai pendidikan dari TK sampai Perguruan Tinggi ( Kuliah ) yang dapat disetor setiap saat dan ditarik setiap tahun ajaran baru atau selama pendidikan
LAIN - LAIN :
AGEN SUARA MUHAMMADIYAH

MATERI KE-BMT-AN

• BERKACA DARI NILAI-NILAI JIHAD MENGEMBANGKAN BMT
Oleh : Prof. DR. Ir. M. Amin Aziz
• PENGERTIAN BMT
• VISI, MISI, TUJUAN, DAN USAHA BMT
• PRINSIP OPERASIONAL BMT
• CARA KERJA BMT
• BAGAIMANA TAHAPAN PENDIRIAN BMT
• LOKASI KANTOR BMT
• PENGELOLA BMT
• STRUKTUR ORGANISASI BMT
• PENGUATAN RUHIYAH PENGELOLA

BERKACA DARI NILAI-NILAI JIHAD MENGEMBANGKAN BMT.
Oleh : Prof. DR. Ir. M. Amin Aziz

Dari seluruh fase-fase pengembangan, BMT sangat memerlukan penguatan nilai-nilai ruhiyah sumber daya insaninya sehingga BMT dapat berkembang secara berkelanjutan dan akan selalu berada dalam pengawasan malaikat yang tertanam dalam setiap hati pengelola dan pengurusnya. Jika mungkin, bahkan dari dalam lubuk hati setiap anggotanya. Ini dicerminkan oleh beberapa contoh BMT di bawah ini.

BMT Tumang, desa Cepogo, Boyolali misalnya, didirikan tanggal 1 Oktober 1998, dengan modal awal Rp. 7.050.000.- terkumpul dari 60 orang anggota pendirinya. Pada saat pendirian Sahabat (Shbt.) Adib Zuhairi, mendapat ide pendirian BMT dari PINBUK Jakarta, kembali ke desanya di Boyolali untuk memulai pendirian BMT. Berpendidikan S-1 di bidang ilmu sosial, dibantu oleh dua orang mitra kerja berpendidikan menengah atas, mendapat pelatihan dari PINBUK selama 2 minggu dan memulai mengembangkan BMT Tumang ini dengan modal awal itu. Manajemen kemudian merekrut dua orang staf berpendidikan S-1 untuk bidang pemasaran, dan alhamdulillah, BMT Tumang berkembang dari aset Rp. 18 juta akhir Oktober 1998, Rp. 95 juta di akhir 1999, Rp. 212 juta di akhir 2000, Rp. 406 juta di akhir 2001, dan hampir Rp. 2 Milyar di akhir 2003, melayani lebih dari 1.000 anggota peminjam pengrajin-pengrajin tradisional dan semi modern alat-alat rumah tangga dan kerajinan seni ukir perlengkapan rumah tangga dan perkantoran, disamping menerima simpanan dari lebih 1800 anggota penabung.

BMT Baiturrahman, di lingkungan pabrik pupuk Kaltim di Bontang, didirikan April 1998, dengan modal awal Rp. 28,9 juta, dari 30 orang anggota pendiri, dikelola oleh sebagian besar pengelola berpendidikan S-1, dengan gaji awal masa pendirian sekitar Rp. 100 – Rp. 150.000.- Pada akhir tahun 2001, BMT Baiturrahman telah memiliki kekayaan lebih dari Rp. 2 Milyar, dengan modal sendiri dinaikkan lebih dari Rp. 178 juta. Anggota yang dilayani adalah pengusaha mikro dan karyawan dari pabrik pupuk Kaltim, dengan jumlah anggota peminjam 2.359 orang dan anggota penabung 3.789 orang. Pada saat ini pengelolanya adalah Mbak Retno, lulusan Universitas Gajah Mada, cukup terampil dan amanah dalam menjalankan bisnis BMT bersama rekan-rekan sekerjanya yang sebagian besar juga wanita.

BMT Marhamah di desa dan kecamatan Leksono, Wonosobo, didirikan oleh 104 anggota pendiri dengan modal awal terkumpul Rp. 875.000.-, pada 16 Oktober 1995. Pada akhir 2001, BMT Marhamah dikelola oleh 12 orang pengelola berpendidikan S-1 (8 pria, 4 wanita), 3 orang D-3 semuanya wanita, 8 orang SLTA (4 wanita dan 4 pria). Pada akhir 2001 tersebut Aset BMT Marhamah telah mencapai hampir Rp. 2 Milyar, yang meningkat bertahap dari Rp 38 juta (’95), Rp. 89 juta (’96), Rp. 201 juta (’97), Rp. 541 juta (’98), Rp. 1216 juta (’99), Rp. 1560 juta (’00), dan Rp. 1938 juta (’01). Pada akhir 2001, BMT ini membiayai lebih dari 4.000 anggota peminjam terdiri dari pengrajin jamur, larica, keripik, mebeleir, kerajinan bambu, bahan bekas dan plastik, konveksi, keramik, waserda, pedagang kecil, petani sayuran, padi, teh, kopi, ayam, kambing, ikan mas, lele, dan lain-lain. Anggota penyimpan lebih dari 5.000 orang. Gaji pengelola dari rata-rata Rp. 100.000.- di tahun pertama naik bertahap menjadi Rp. 200.000.-, Rp. 400.000.- dan akhir 2001 rata-rata telah hampir mencapai angka Rp. 1 juta.

BMT Marsalah Mursalah lil Ummah (MMU), di pondok pesantren Sidogiri, Pasuruan, memiliki cerita tersendiri dengan penulis. Pada awal 1997, kami mengikuti perjalanan Menteri Koperasi (pada waktu itu Pak Subiyakto Tjakrawerdaya) di pertemuan Kyai-kyai Pesantren di Genggong Jawa Timur. Kami membagi-bagikan buku “Cara Pembentukan BMT”. Pada November 2000, kami berkunjung ke Sidogiri, dan kami diterima oleh K. H. Machmud Zein, yang sekarang adalah anggota DPD Jawa Timur. Beliau menjelaskan bahwa buku Cara Pendirian BMT yang diterimanya dari kami di awal 1997 itu didiskusikannya lebih dari 6 bulan dengan para guru-guru di Pesantrennya. Barulah sekitar Agustus 1997 dicapai kesimpulan untuk mendirikan BMT, setelah kajian yang panjang itu. Pada 4 September 1997 BMT MMU didirikan oleh pendiri 20 orang dengan modal awal terkumpul Rp. 15 juta. Pada waktu kunjungan kami, November 2000 itu, BMT MMU telah mencapai aset Rp. 1.3 Milyar, dan alhamdulillah pada akhir 2001 telah mencapai aset Rp. 2,7 Milyar dan April 2004 Rp. 9,4 Milyar, dengan modal sendiri terakhir lebih dari Rp. 2,8 Milyar. BMT MMU dikelola oleh para manajer yang lulusan pesantren itu sendiri dengan mendapat pelatihan dari PINBUK dua minggu, dan pendampingan lanjutannya.

BMT Ben Taqwa, di kecamatan Godong, Kabupaten Purwodadi Jawa Tengah, didirikan oleh 20 anggota pendiri, dengan modal awal Rp. 32 juta, pada 16 Nopember 1996. Pembawa ide pendirian BMT Ben Taqwa adalah sdr Drs Junaidi Muhammad MM lulusan Fakultas Ushuluddin Universitas Muhamamdiyah Solo, meluluskan S-2 nya dari Universitas yang sama bekerjasama dengan seorang tokoh masyarakat di kecamatan Godong, H. Hadi pengusaha perhiasan emas. BMT Ben Taqwa didiirikan oleh 30 orang anggota pendiri yang mengumpulkan modal awal Rp. 32 juta. Shbt Junaidi dilatih oleh PINBUK selama dua minggu, dan berhasil mengembangkan BMT Ben Taqwa yang pada akhir 2000 mencapai aset Rp. 10 Milyar, di April 2004 telah mencapai aset Rp.17,1 Milyar. Dari aset Rp. 17 Milyar itu hanya Rp. 4 Milyar pinjaman dari Bank, yang berarti Rp. 13 Milyar adalah dana masyarakat sendiri di lokasi sekitar kecamatan Godong, Purwodadi tersebut, yang terdiri dari 10.000 anggota penabung. BMT Ben Taqwa membiayai lebih dari 3.000 pengusaha mikro dan kecil. Pada akhir tahun 2002, kami diminta membuka outbond training di Tawang Mangu, Solo diikuti lebih dari 100 orang staf dan karyawan BMT Ben Taqwa, yang setengahnya adalah lulusan S-1 berbagai Perguruan Tinggi di sekitar Jawa Tengah.

BMT Bina Ummat Sejahtera (BUS), didirikan tahun 1995, beroperasi di daerah pesisir utara Jawa, diantara nelayan- nelayan kecil, di Lasem, Rembang. Pemrakarsanya adalah Shbt. Drs Abdullah Yazid MM, S-2 nya di Universitas Muhammadiyah Solo, berhasil menggerakkan lebih dari 20 para pendiri dengan mengumpulkan modal awal Rp. 10 juta. Pada April 2004, BMT BUS telah memiliki Rp. 17,1 Milyar aset, dengan modal sendiri mencapai Rp. 3,5 Milyar yang dari segi penilaian Capital Adequacy Ratio (CAR) sudah sangat memadai (lebih dari 20%), mendapat pinjaman dari Bank dan PNM hanya berjumlah Rp. 2,3 Milyar, yang berarti sekitar Rp. 14,8 Milyar adalah dana masyarakat yang terakumulasikan dari masyarakat pesisir tersebut. BMT BUS telah memiliki kantor sendiri yang cukup indah terletak dipinggir jalan raya Pantura di Lasem. Di BMT ini sekarang dilaksanakan pendidikan Community Leaders Program untuk karyawan-karyawan BMT BUS dan BMT-BMT lain di sekitarnya, bekerjasama dengan Institute for Community Leaders (ICL) dan Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Agung (Unissula).

Dewasa ini telah tersebar lebih dari 3.000 BMT di seluruh Nusantara, memiliki aset (konsolidasi) lebih dari Rp. 1 Triliun, dengan jumlah pengelola lebih dari 30.000 orang, hampir setengahnya S-1 dan wanita. BMT melayani lebih dari 2 juta penabung, dan memberikan pinjaman pada lebih dari 1,5 juta pengusaha mikro dan kecil. Terbukti bahwa BMT mampu berkembang berlandaskan pada swadaya para pemrakarsa pendiri dari masyarakat lokal itu sendiri, dengan modal awal yang tidak begitu besar ketimbang mendirikan BPR (Bank Perkreditan Rakyat). BMT menghimpun dana dari aghnia dan mereka yang berlebih dalam masyarakat lokal dan memberikan pembiayaan pinjaman pada pengusaha-pengusaha mikro di desa itu sendiri. BMT mampu menghimpun dana dan memberikan pembiayaan pada berbagai lapisan masyarakat, terutama yang miskin, dengan latar belakang ideologi politik dan kepercayaan yang berbeda-beda. Bahkan kami temui ada BMT di Tulung Agung yang pengelolanya terdiri dari Pemuda Anshor dan Pemuda Muhammadiyah. Mereka rukun dan sukses dalam mengembangkan usaha BMT mereka secara ukhuwwah.

Dari lebih 3.000 BMT tersebut, ada yang berhasil dan tentu ada pula yang kurang bahkan tidak berhasil. BMT-BMT yang berhasil antara lain adalah karena a). secara operasional mampu melaksanakan prinsip-prinsip syariah secara berkesinambungan, yang dilandasi oleh kekuatan ruhiyah yang memadai dari pengurus dan pengelolalanya; b) adanya komitmen dan ghirah yang tinggi dari pendiri & pengelolanya, yang itupun berpangkal dari kesadaran ruhiyah yang cukup baik. c) didirikannya berorientasi pada landasan niat untuk beribadah pada Allah swt melalui penguatan ekonomi dan perbaikan kualitas kehidupan ummat; d) meluasnya dukungan dari para aghnia dan tokoh-tokoh masyarakat setempat termasuk perusahaan-perusahaan yang ada disekitarnya; e). kemampuan manajemen dan keterampilan teknis lembaga keuangan pengurus dan pengelolanya yang didukung oleh pelatihan yang cukup dan lengkap meliputi teori, praktek dan MMQ (metoda memahami dan mengamalkan al Quran); f). mampu memelihara kepercayaan masyarakat yang tinggi melalui hubungan emosional yang islami; g) pendiriannya dilakukan sesuai dengan petunjuk yang antara lain tercermin dalam buku “ Pedoman Cara Pendirian BMT”; h). kemampuan menghimpun dana dengan pendekatan pendekatan islami dan manusiawi; i) berusaha secara terus menerus menjadi lembaga penyambung dan pemelihara ukhuwwah islamiyah diantara pengurus, pengelola, pokusma (“Kelompok Usaha Muamalah”) dan anggotanya.
Jika terdapat BMT yang kurang bahkan gagal beroperasi antara lain adalah karena tidak mengikuti atau menyimpang dari persyaratan atau faktor-faktor keberhasilan yang disebutkan di atas. Mereka tidak memahami ruhnya BMT, mendirikan dan menjalankannya dengan hanya bermodal semangat dan keinginan semata tanpa penguasaan ruh, ilmu dan pengetahuan teknis serta manajemen BMT. BMT telah berdiri di depan dalam hal gender awareness telah merekruit tenaga-tenaga pengelola dan staf BMT dari kaum perempuan.
BMT yang ditumbuhkan secara swadaya dan berakar di masyarakat “bawah” ini, telah menjadi kenyataan yang berdiri paling depan dalam menyaingi para rentenir. BMT Pahlawan di Tulung Agung pernah dilumuri kotoran manusia di depan kantornya oleh para pelepas uang. Di banyak BMT, pengelolanya mendapat ancaman dari para rentenir dan para pendukung gelapnya. Walaupun setitik, adalah kenyataan bahwa BMT telah berada di garda terdepan dalam berdakwah secara nyata, riil, bil haal, “merobah nasib ummat” dalam kacamata ekonomi kerakyatan, sekaligus dalam kacamata berjihad, membangun peradaban ummat yang berkembang dan benderang. Dewasa ini telah diusahakan berbagai upaya untuk memperkuat jaringan antar BMT dengan mendirikan Induk Koperasi Syariah BMT, Koordinator Pengembangan BMT, PINBUK Konsulindo, PINBUK Multiartha Kelola , PT USSI Prima yang menyediakan teknologi informasi untuk administrasi dan jaringan BMT, Laznas BMT, Da’i Fi-ah Qaliilah, yang merupakan sarana-sarana kelembagaan untuk merintis “barisan semut” dalam rangka perbaikan kualitas ekonomi dan kehidupan ummat. Lebih lanjut, perkembangan BMT yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah akan memberi landasan untuk pengembangan model pemikiran teori ekonomi alternatif, juga mencari landasan praktis bagi perwujudan ekonomi kerakyatan melalui pengakaran BMT dan membuka peluang pengembangan model manajemen alternatif yang dipandu oleh kekuatan ruhiyah.

Terdapat lebih dari 30.000 pemuda pemudi, lebih dari setengahnya berpendidikan S-1 dari berbagai jurusan, dan 40% daripadanya adalah perempuan, yang berkiprah sebagai pimpinan, staf dan karyawan BMT. Ini belum termasuk pengurus BMT dan pengurus PINBUK yang ada di hampir semua kabupaten/kota. Untuk melangkah lebih mantap ke depan, baik untuk keseluruhan Gerakan BMT yang masih belia ini, maupun secara individual, insan BMT dan insan PINBUK perlu memperkuat diri dalam “pertahanan dan pengembangan ruhiyah”, dalam “kekuatan ruhiyah”, sehingga dengan metodologi Spiritual Communication, dzikir qalbiah ilahiyah yang lebih padu antara ukir, pikir, dan dzikir, insya Allah akan lebih menempa sikap dan perilaku yang lebih sidiq, amanah, tabligh, dan fathonah, sehingga dapat meletakkan landasan yang kuat dan kokoh dalam kita menempa masa depan yang lebih gemilang: membangun masyarakat terpuji, peradaban Muslimin yang berkembang dan benderang, penuh keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan.

Perlu dikembangkan kesadaran bahwa BMT bergerak tidak hanya pada tataran ar-rahmaan: membawa rahmat pada sekalian alam, tetapi juga pada arrahiem Allah: membangun dan memelihara jaringan ukhuwwah seluruh potensi kaum Muslimin. Dengan demikian, insya Allah setiap BMT bisa jadi setitik cahaya penerang bagi kehidupan ummat. Cahaya itu akan tumbuh dan berada dimana-mana antara satu dengan lainnya terjalin baik, yang suatu saat akan menjadi suatu kekuatan dahsyat dalam membangun peradaban ummat, insya Allah. Para sahabat, kami harap untuk ikhlas memprakarsai tumbuh dan berkembangnya setitik cahaya itu. Insya Allah. Allaziina jaahadu fiinaa lanahdiyannahum subuulanaa, pesan Allah. ”Mereka yang berniat dan menegakkan jihad pada jalan-jalan Kami, Kami akan memberikan Petunjuk, Jalan-jalan yang mudah untuk mencapainya”, demikian kami artikan. Mari berjihad mengembangkan setitik cahaya itu.

Selamat Berjuang




















• Pengertian BMT?
BMT (Baitul Maal wat Tamwil) atau padanan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dan kecil, dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin.
Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi:
Baitut Tamwil (Bait = Rumah, at-Tamwil = Pengembangan Harta) melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.

Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) menerima titipan dana Zakat, Infaq dan Shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.


• VISI, MISI, TUJUAN, DAN USAHA BMT
VISI BMT
Visi BMT adalah mewujudkan kualitas masyarakat di sekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera dengan mengembangkan lembaga dan usaha BMT dan POKUSMA yang maju berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan berkehati-hatian.

MISI
Misi BMT adalah mengembangkan POKUSMA dan BMT yang maju berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan berkehati-hatian sehingga terwujud kualitas masyarakat di sekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera.

TUJUAN
BMT bertujuan mewujudkan kehidupan keluarga dan masyarakat di sekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera.

USAHA BMT
Untuk mencapai visi dan pelaksanaan misi dan tujuan BMT, maka BMT melakukan usaha-usaha :
a. mengembangkan kegiatan simpan pinjam dengan prinsip bagi hasil/syariah;
b. mengembangkan lembaga dan bisnis Kelompok Usaha Muamalah yaitu kelompok simpan pinjam yang khas binaan BMT.
c. jika BMT telah berkembang cukup mapan, memprakarsai pengembangan badan usaha sektor riil ( BUSRIL ) dari Pokusma –pokusma sebagai badan usaha pendamping menggerakkan ekonomi riil rakyat kecil di wilayah kerja BMT tersebut yang manajemennya terpisah sama sekali dari BMT;
d. mengembangkan jaringan kerja dan jaringan bisnis BMT dan sektor riil (BUSRIL) mitranya sehingga menjadi barisan semut yang tangguh sehingga mampu mendongkrak kekuatan ekonomi bangsa Indonesia;

• PRINSIP OPERASIONAL BMT
a. Penumbuhan
 Tumbuh dari masyarakat sendiri dengan dukungan tokoh masyarakat, orang berada (aghnia) dan Kelompok Usaha Muamalah (POKUSMA) yang ada di daerah tersebut.
 Modal awal (Rp. 20 – Rp. 30 Juta) dikumpulkan dari para pendiri dan POKUSMA dalam bentuk Simpanan Pokok dan Simpanan Pokok Khusus.
 Jumlah pendiri minimum 20 orang
 Landasan sebaran keanggotaan yang kuat sehingga BMT tidak dikuasai oleh perseorangan dalam jangka panjang
 BMT adalah lembaga bisnis, membuat keuntungan, tetapi juga memiliki komitment yang kuat untuk membela kaum yang lemah dalam penanggulangan kemiskinan, BMT mengelola dana Maal.

b. Profesionalitas
 Pengelola profesional, bekerja penuh waktu, pendidikan S-1 minimum D-3, mendapat pelatihan pengelolaan BMT oleh PINBUK 2 minggu, memiliki komitmen kerja penuh waktu, penuh hati dan perasaannya untuk mengembangkan bisnis dan lembaga BMT.
 Menjemput bola, aktif membaur di masyarakat,
 Pengelola profesional berlandaskan sifat-sifat: amanah, siddiq, tabligh, fathonah, shabar dan istiqomah
 Berlandaskan sistem dan prosedur: SOP, Sistem Akuntansi yang memadai.
Bersedia mengikat kerjasama dengan PINBUK untuk menerima dan membayar (secara cicilan)

 jasa manajemen dan teknologi informasi (termasuk on-line system).
 Pengurus mampu melaksanakan fungsi pengawasan yang efektif.
 Akuntabilitas dan transparansi dalam pelaporan

c. Prinsip Islamiyah
 Menerapkan cita-cita dan nilai-nilai Islam (salaam: keselamatan berkeadilan, kedamaian dan kesejahteraan) dalam kehidupan ekonomi masyarakat banyak;
 Akad yang jelas,
 Rumusan penghargaan dan sanksi yang jelas dan penerapannya yang tegas/lugas
 Berpihak pada yang lemah,
 Program Pengajian/Penguatan Ruhiyah yang teratur dan berkala secara berkelanjutan sebagai bagian dari program tazkiah Da’i Fi-ah Qaliilah (DFQ).





• CARA KERJA BMT
a. Pendamping atau beberapa pemrakarsa yang mengetahui BMT (misalnya dengan membaca Pedoman Pendirian BMT ini), menyampaikan dan menjelaskan ide atau gagasan itu kepada rekan-rekannya, termasuk apa itu BMT, visi, misi, tujuan dan usaha-usahanya yang mulia itu. Sehingga jumlah pemrakarsa bisa bertambah, jadi 2, 5, 10 dstnya yang dalam waktu tertentu akan mencapai lebih dari 20 orang.
b. Duapuluh orang atau lebih pemrakarsa itu bersepakat mendirikan BMT di desa, kecamatan, pasar, mesjid atau apapun lingkungan itu dan bersepakat mengumpulkan
c. modal awal pendirian BMT.
d. Modal awal tidak harus sama jumlahnya antar pemrakarsa, satu yang lain bisa berbeda besarnya (ada yang Rp. 100.000.-, Rp. 500.000.-, Rp. 1.000.000.-, Rp. 5.000.000.- dsb dan dapat dilunaskan secara cicilan) , asal saja mencapai jumlah yang memadai misalnya Rp 20 – Rp. 30 juta (untuk di desa dapat Rp 10 – 20 juta).
e. Pemrakarsa membuat rapat untuk memilih Pengurus BMT, misalnya Ketua dan Wakil Ketua, Sekretaris, dan Bendahara. Jika diperlukan dapat mengangkat Dewan Syariah, tetapi ini biasanya diangkat setelah BMT berjalan beberapa tahun.
f. Pengurus BMT merapatkan dan merekruit Pengelola/ Manajemen BMT, tiga orang, sebaiknya telah memiliki pendidikan S-1, penduduk di lingkungan itu, bersifat siddiq, tabligh, amanah, fathonah. Calon Pengelola dalam waktu tertentu diberikan bacaan untuk harus benar-benar menguasai visi, misi, tujuan dan usaha-usaha BMT, memiliki keinginan yang keras untuk mengembangkan BMT, dengan sepenuh waktu, sepenuh hati, bersedia siang dan malam hanya memikirkan ikhtiar-ikhtiar untuk mengembangkan BMT sebagai ibadah pada Allah Swt.
g. Pengurus BMT menghubungi PINBUK dan/atau ABSINDO (Asosisasi BMT se Indonesia) setempat (Kabupaten/ Kota/Propinsi) meminta agar memberi pelatihan pada calon Pengelola BMT tersebut (biasanya 2 minggu pelatihan dan magang)
h. Setelah dilatih, dengan berbekal modal awal
i. Pengelola membuka kantor dan menjalankan BMT, dengan giat menggalakkan simpanan masyarakat dan memberikan pembiayaan (istilah Bank : kredit) pada usaha mikro dan kecil di sekitarnya;
j. Pembiayaan pada usaha mikro dengan bagi hasil; bagi hasil disampaikan kepada BMT sesuai dengan akad;
k. Dari bagi hasil ini, pengelola membayar honor pada pengelola semampunya (secara bertahap, membesar), sewa kantor, listrik, ATK dll.
l. Yang paling penting adalah bahwa dari bagi hasil ini, pengelola membayar pula bagi hasil kepada penyimpan dana, diusahakan lebih besar sedikit dari bunga uang kalau penyimpan menyimpannya di bank konvensional; dengan demikian akan terdapat dorongan material bagi penyimpan untuk menyimpan dananya di BMT, selain mengharapkan pahala dan ridha dari Allah swt.
m. Dengan memberikan bagi hasil pada penabung dan penjelasan yang tepat tentang visi, misi, tujuan dan usaha-usaha BMT, kekayaan BMT akan semakin bertambah, diimbangi dengan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil semakin banyak dan lancar. BMT akan semakin maju dan berkembang.


• BAGAIMANA TAHAPAN PENDIRIAN BMT ?
1. Pemprakarsa dan Pendamping menyiapkan diri (menginfaqkan waktu, pemikiran dan semangat)
2. untuk menjadi motivator pendirian BMT. Pemrakarsa dan pendamping terlebih dahulu membaca bahan bacaan ini dengan sebaik-baiknya, sehingga diharapkan lebih teliti dan lebih memahami isi dan falsafah (visi, misi, tujuan, usaha dll) yang berada di belakangnya.
Apa Landasan Untuk Memilih Calon-Calon Pendiri BMT? Yaitu setia kawan sekelompok (solidaritas kelompok) dilandasi oleh niat beribadah dan persaudaraan islamiyah (“ukhuwwah islamiyah”), kebersamaan, semangat untuk membela kepentingan bersama masyarakat kecil (pengusaha mikro), orang miskin setempat.
Motivator dan pendamping didampingi tokoh pemrakarsa, misalnya kepala desa atau aparat desa yang lain membuat daftar para tokoh masyarakat yang berpotensi untuk berperan serta dalam mendirikan BMT seperti: pengurus atau aktifis-aktifis dari lembaga-lembaga masyarakat, ormas-ormas Islam, lembaga pendidikan agama, lembaga amal usaha ormas manapun, ICMI, MUI, Dewan Masjid Indonesia, IPHI, Penyuluh Agama Islam, Da’i Muda, Badan Koordinasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), Persaudaraan Muslimin Indonesia, organisasi-organsasi masyarakat Islam, Karang Taruna, Yayasan dan LSM setempat, dan yang lebih penting adalah juga para aghnia atau hartawan setempat. Susunan Pengurus P3B
Penasehat : Pengaruhnya, menurut urutan penyandang “nama, ilmu, dana dan waktu”
Panitia : memiliki dasar kemampuan mencari dukungan, diterima oleh masyarakat banyak; mengikuti
urutan penyandang : “waktu, ilmu/’akal, nama dan dana”. Khusus untuk Bendahara perlu ditunjuk tokoh yang benar-benar mendapat kepercayaan masyarakat, belum pernah tercatat pengalaman hal-hal yang tercela dalam sejarah di lokasi itu;
3. Setelah ide ini berkembang dan direspon oleh 4 – 5 orang aktivis/motivator, maka carilah dukungan tambahan yang lebih besar misalnya dari Tokoh Masyarakat seperti Imam Masjid, atau Ulama yang paling disegani di sekitar wilayah itu, dan dari pejabat yang dituakan seperti Pak Guru, Pak Camat atau Pak Lurah, POKUSMA. Mintalah waktu untuk beranjangsana, kunjungilah secara bersama-sama Tim motivator untuk menyakinkan beliau-beliau itu pada visi, misi, tujuan, usaha, cara kerja dan ide pendirian BMT ini.
4. Dengan restu dari tokoh paling berpangaruh itu, maka undanglah para sahabat yang telah didaftarkan tadi 5 – 10 orang untuk mendiskusikan lebih lanjut mengenai BMT ini dan kegiatan tindak lanjutnya. Sasaran pertemuan ini adalah membentuk sebuah Tim atau Panitia Penyiapan Pendirian BMT (P3B) yang ramping saja, misalnya 5 orang yang benar-benar punya waktu, bersemangat, paling aktip, berprakarsa, dan bersedia serta mau bekerja mengelindingkan kegiatan selanjutnya. P3B dapat terdiri dari Ketua dan Wakil Ketua, Sekretaris dan Wakil Sekretaris, dan Bendahara. Perlu sekali memilih Bendahara seorang tokoh yang benar-benar dipercayai oleh masyarakat, belum pernah tercatat pengalaman tercela untuk kepentingan umum
5. sehingga orang tidak ragu-ragu menyerahkan (sementara) dana untuk modal BMT ini. Jika diperlukan dapat menunjuk dan meminta kesediaan Penasehat Tim yang terdiri dari tokoh-tokoh paling berpengaruh dalam masyarakat itu. Tugas P3B adalah:
a. P3B bertugas memperluas lagi dukungan sampai tercapai 20, 30 orang bahkan 40 orang pemrakarsa atau calon pendiri (3a, pada Gambar di atas),
b. Diharapkan P3B dapat mengumpulkan modal awal sebagai perangsang berapapun adanya dan segera menyimpan di Rekening Bank tersebut untuk keamanan (3 b)
c. Menggalang dana dari simpanan wajib, simpanan pokok dan simpakan pokok khusus dari para pendiri (3.c)
o Modal awal ini sebaiknya dikumpulkan dari kegotong royongan para pendiri (Simpanan Pokok Khusus: SPK) dari sekitar 20-44 orang pemrakarsa di kawasan perkotaan, hingga mencapai jumlah Rp. 20 sd Rp. 35 juta. Untuk kawasan pedesaan SPK antara Rp. 10 – Rp. 20 juta. SPK setiap orang tidak perlu sama antara satu pendiri dengan lainnya.
o Bersepakat menjadi pendiri dengan urunan modal pendirian masing-masing misalnya Rp. 500.000,- atau Rp. 1 juta, atau lebih diangsur tiap awal bulan Rp. 100.000,- atau Rp. 50.000,- selama 5 atau 10 kali angsuran; atau diangsur dalam dua kali panen masing-masing Rp. 250.000,- atau sesuai jumlah
o dan jadual lainnya yang disepakati. Angsuran ini ditagih tiap awal bulan atau awal panen oleh Pengelola BMT.
o Dari segi materi, Simpanan Pokok Khusus para pendiri ini, mendapat prioritas atau penghargaan yang lebih dari Sisa Hasil Usaha (SHU), selain juga mendapatkan porsi SHU lainnya sesuai dengan keterlibatannya dalam usaha-usaha BMT (penyimpan dan/atau peminjam). Dari segi non-materi, para pendiri BMT akan tercatat sepanjang masa, dan mulia lagi pasti akan dicatat oleh para Malaikat sebagai pemula dalam berbuat baik (“muhsinin”), yang akan diberikan ganjaran pahala berlipat ganda oleh Allah SWT baik di dunia ini maupun di akhirat nanti, karena modal awal ini dimanfaatkan untuk maksud yang mulia memenuhi perintah Allah SWT (antara lain Q.s. Al Maa-‘uun, Q.s. Al Balad, dll).
o Mencari dukungan modal awal yang dapat berasal dari: BAZIS, Yayasan tertentu, aghniya tertentu di dalam Kecamatan itu, atau aghnia berasal dari Kecamatan itu tetapi sekarang berdomisili di luar, Pemerintah Daerah atau lainnya.
d. Mengadakan rapat pendirian yang dihadiri para pendiri/pemrakarsa antara lain membicarakan visi, misi, tujuan, usaha, cara kerja, manfaat BMT, dan memilih Pengurus BMT;
e. P3B Membuka Rekening Bank terdekat yang ditandatangani oleh Bendahara dan Ketua, yang hanya bisa dicairkan bila ditandatangani bersama: ada dua tandatangan itu.
f. Mencari calon-calon pendiri pemodal BMT dengan target mengumpulkan modal pendiri sekitar Rp. 20 – Rp. 30 juta rupiah untuk wilayah perkotaan,
g. Rp. 10 – 20 juta untuk wilayah perdesaan. Lebih besar dari itu akan lebih baik.
h. membuat pertemuan atau mendatangi calon-calon pendiri ini untuk memintakan komitmen tertulis mereka dengan janji angsuran modal awal
i. jika jumlah calon pendiri dan jumlah komitment dana telah memadai, maka buat rapat pembentukan BMT; pada rapat ini dibicarakan lagi visi, misi dan tujuan, usaha, serta cara kerja dan manfaat BMT sehingga jelas benar kepada semua calon pendiri.
6. Rapat Pendiri untuk memilih Pengurus BMT, Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan anggota kalau perlu upayakan Pengurus dari orang yang memiliki pengaruh, memiliki dasar kemampuan mencari dukungan, diterima oleh masyarakat banyak; mengikuti urutan penyandang : “waktu, ilmu, akal, nama dan dana”. Khusus untuk Bendahara perlu ditunjuk tokoh yang benar-benar mendapat kepercayaan masyarakat, belum pernah tercatat pengalaman hal-hal yang tercela dalam sejarah di lokasi itu;
7. Pengurus yang terpilih segera mencari calon pengelola BMT yaitu lulusan S1 atau D3 yang selain berkemampuan intelektual memadai, juga kuat landasan iman dan akhlaknya, jujur, amanah dan aktif, dinamis, ikhlas, sabar, istiqomah, dan berprakarsa, memiliki potensi untuk bekerjasama,
8. mampu bekerja purna waktu (sepenuh waktu dan hati). Yang bertempat tinggal di sekitar lokasi itu akan lebih baik.
9. Tenaga ini dilatih dan dimagangkan oleh PINBUK setempat selama 2 minggu sehingga menjadi tenaga pengelola profesional BMT. Tenaga ini perlu dipilih dan disetujui oleh para Pengurus dan tunduk pada kebijaksanaan/kekuasaan Pengurus.
10. Pengurus bersama pengelola melaksanakan persiapan-persiapan sarana kantor dan ATK serta form/berkas administrasi yang diperlukan sebagaimana yang distandarisasikan oleh PINBUK.
11. BMT Siap Beroperasi.
12. Pengurus bersama Pengelola BMT membuat Naskah Kerjasama kemitraan dengan PINBUK setempat, dan memproses sertifikat operasi BMT dari PINBUK Kabupaten/Kota, atau PINBUK Propinsi aatau PINBUK Pusat. Kantor PINBUK Pusat, Gd. ICMI Center Lt. 4, Jl. Warung Jati Timur No. 1 Jakarta Selatan 12740 Telp. 021 – 79180980, 79192310 Facs.021–79192310 Email: pinbuk_pst@com
13. Jika BMT tersebut telah mencapai kekayaan/aset Rp. 75 juta, maka Pengelola BMT segera memohon Badan Hukum Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) kepada Dinas Koperasi dan UKM setempat .

o LOKASI KANTOR BMT
o Lokasi yang strategis, berdekatan dengan pusat perdagangan, khususnya pasar terdekat dan strategis, usaha-usaha industri kecil dan rumah
o tangga, lain-lain usaha ekonomi yang ada atau yang sengaja dikembangkan untuk ”menggerakkan ekonomi masyarakat”. Singkatnya. dekat pada kegiatan simpan pinjam.
o Di sekitar atau berdekatan dengan Masjid atau mushalla karena BMT mengadakan pengajian rutin dan pertemuan bisnis. Namun, prinsip jemput bola harus dilaksanakan dengan sangat intens.
o Pada prinsipnya Pengelola BMT “menjemput bola”, aktif, proaktif, tidak menunggu; lebih banyak beranjangsana. Sehingga banyak juga kantor BMT menggunakan ruangan Masjid yang khusus untuk kegiatan itu. Namun, untuk itu pula prinsip jemput bola harus dilaksanakan dengan sangat intens dan sungguh-sungguh

o PENGELOLA BMT
Menyiapkan Sumber Daya Manusia : Pengelola BMT
Sebagaimana pada alur tahapan pendirian BMT di atas salah satu tugas Pengurus BMT adalah memilih pengelola yang tersedia di sekitar lokasi. Pengelola merupakan posisi penting dalam menjalankan roda manajemen BMT. Pengurus perlu kompak dengan menyeleksi dengan sangat teliti, disepakati bersama tanpa menonjolkan kepentingan salah satu pihak. Tidak nepotisme. Hendaknya calon Pengelola yang dipilih harus:
 Memiliki motivasi ibadah yang kuat, amanah, ikhlas, sabar, dan istiqomah.(bukan karena nepostisme).
 Memiliki sikap dan perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat sekitar itu.
 Mampu bekerja purna waktu (sepenuh waktu dan hati), tidak boleh merangkap dengan pekerjaan apapun di luar BMT. Ybs benar-benar harus committed, harus berjanji bekerja sepenuh hati, perasan, waktu dan tenaganya untuk mengembangkan BMT.

Apa syarat untuk menjadi Pengelola BMT ?
Pengelola BMT adalah mereka yang bekerja sepenuh waktu dan hati untuk BMT. Syarat-syaratnya adalah;
 Memiliki landasan iman dan sikap keikhlasan, amanah, mampu bekerjasama dalam suatu pekerjaan khususnya dalam menumbuh kembangkan BMT;
 Memiliki semangat dan komitmen yang kuat membela kaum dhuafa, orang yang lemah, yang diniatkannya sebagai ibadah; yg bersangkutan dituntut untuk menyediakan waktu kerja, perhatian, pemikiran, perasaan dan seluruh jiwa raganya untuk mengembangkan BMT;
 Amanah, jujur dan berpotensi bekerja secara profesional;
 Minimum berpendidikan D3 sebaiknya S1;
 Berasal dari daerah sekitar BMT itu dan bersedia untuk bertempat tinggal di sekitar BMT itu.
Berapa orang pengelola BMT?
Pada tahap awal diperlukan paling sedikit tiga orang pengelola BMT yang masing-masing bertanggungjawab untuk mewujudkan kerjasama manajemen yang rapih dan terpadu dengan pembagian tanggung jawab antara lain:
 Mengerahkan dan memobilisasi dana simpanan anggota, Pokusma, para jamaah dan masyarakat sekelilingnya.
 Pembiayaan kegiatan usaha-usaha anggota, Pokusma dan pembinaan pada keberhasilan usaha-usaha anggota dimaksud, dan
 Urusan umum termasuk Pembukuan, penataan administrasi, kelembagaan, hubungan keluar/antar lembaga dan sumber daya manusia.
Seorang diantaranya bertindak sebagai pemimpin pengelola atau Manajer Umum. Semuanya bertanggungjawab pada keberhasilan pemasaran, baik dalam menggerakkan simpanan maupun untuk Pembiayaan kegiatan-kegiatan usaha anggota. Kerjasama saling bahu-membahu dari semua pengelola sangat diperlukan, namun batas-batas tanggungjawab masing-masing perlu sangat jelas.

o STRUKTUR ORGANISASI BMT
a. Struktur organisasi BMT
b. Tugas Pokok Pengurus
 Rapat Anggota
Rapat anggota adalah Rapat tahunan yang diikuti oleh para pendiri dan anggota penuh BMT (anggota yang telah menyetorang Simpanan pokok dan simpanan wajib) yang berfungsi untuk:
1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan-kebijakan yang sifatnya umum dalam rangka pengembangan BMT sesuai dengan AD dan ART.
2. Mengangkat dan memberhentikan pengurus BMT.
3. Menerima atau menolak laporan perkembangan BMT dari pengurus.
4. Untuk ketentuan yang belum ditetapkan
5. dalam Rapat Anggota, akan diatur dalam ketentuan tambahan.
 Pengurus
Secara umum fungsi dan tugas pengurus adalah :
1. Menyusun kebijakan umum BMT yang telah dirumuskan dalam Rapat Anggota.
2. Melakukan pengawasan operasional BMT dalam bentuk :
o Persetujuan pembiayaan untuk suatu jumlah tertentu
o Pengawasan tugas Manager (pengelola)
o Memberikan rekomendasi produk-produk yang akan ditawarkan kepada anggota POKUSMA
3. Secara bersama-sama menetapkan komite pembiayaan misalnya :
o Divisi pembiayaan berwenang menentukan pembiayaan Rp. 500 ribu atau lebih kecil (A)
o (A) beserta Manajer Umum berwenang menentukan di rapat komite pembiayaan (B)
o (B) beserta Ka.Div Penggalangan Dana berwenang memutuskan di rapat komite pembiayaan antara Rp. 1 juta sampai dengan Rp. 2.5 juta (C)
o (C) beserta Bendahara Pengurus berwenang memutuskan di rapat komite pembiayaan antara Rp. 2,5 juta sampai dengan Rp. 5 juta (D)
o (D) beserta Ketua Pengurrus berwenang memutuskan di rapat komite pembiayaan
o antara Rp. 5 juta sampai dengan Rp. 10 juta (E)
o (E) beserta Sekretaris Pengurus berwenang memutuskan di rapat komite pembiayaan lebih besar dari Rp. 10 juta.
4. Melaporkan perkembangan BMT kepada Para Anggota dalam Rapat Anggota.

Kepengurusan BMT terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara. Fungsi dan tugas masing-masing jabatan adalah sebagai berikut :
1. Ketua
o Memimpin Rapat Anggota dan Rapat Pengurus.
o Memimpin Rapat bulanan Pengurus dengan Manajemen, menilai kinerja bulanan dan kesehatan BMT..
o Melakukan pembinaan kepada pengelola.
o Ikut menandatangani surat-surat berharga serta surat-surat lain yang bertalian dengan penyelenggaraan keuangan BMT.
o Menjalankan tugas-tugas yang diamanahkan oleh anggota BMT sebagaimana tertuang dalam AD/ART BMT, khususnya mengenai pencapaian tujuan.

2. Sekretaris
o Membuat serta memelihara Berita Acara yang asli dan lengkap dari Rapat Anggota dan Rapat Pengurus.
o Bertanggung jawab atas pemberitahuan kepada Anggota sebelum rapat diadakan
o sesuai dengan ketentuan AD/ART.
o Memberikan catatan-catatan keuangan BMT hasil laporan dari pengelola.
o Memverifikasi dan memberikan saran pada ketua tentang berbagai situasi dan perkembangan BMT.

3. Bendahara
o Bersama manajer operasional memegang rekening bersama (counter sign) di Bank terdekat.
o Bertanggung jawab mengarahkan, memonitor dan mengevaluasi pengelolaan dana oleh pengelola.

c. Pengelola
Pengelola adalah pelaksana operasional harian BMT. Pengelola terdiri dari Manajer, Pembiayaan, Administrasi pembukuan, teller, dan Penggalangan Dana.
 Manajer, bertugas
1. Memimpin operasional BMT sesuai dengan tujuan dan kebijakan umum yang digariskan oleh pengurus.
2. Membuat rencana kerja tahunan, bulanan, dan mingguan, yang meliputi :
o Rencana pemasaran.
o Rencana pembiayaan.
o Rencana biaya operasi.
o Rencana keuangan.
o Laporan Penilaian Kesehatan BMT
3. Membuat kebijakan khusus sesuai dengan
4. kebijakan umum yang digariskan oleh pengurus.
5. Memimpin dan mengarahkan kegiatan yang dilakukan oleh stafnya.
6. Membuat laporan bulanan, tahunan, penilaian kesehatan BMT serta mendiskusikannya dengan pengurus, berupa:
o Laporan pembiayaan baru.
o Laporan perkembangan pembiayaan.
o Laporan keuangan, neraca, dan Laba Rugi
o Laporan Kesehatan BMT.
7. Membina usaha anggota BMT, baik perorangan maupun kelompok.

 Bagian Pembiayaan, bertugas
1. Melakukan pelayanan dan pembinaan kepada peminjam.
2. Menyusun rencana pembiayaan.
3. Menerima berkas pengajuan pembiayaan.
4. Melakukan Analisis pembiayaan.
5. Mengajukan berkas pembiayaan hasil Analisis kepada komisi pembiayaan.
6. Melakukan administrasi pembiayaan.
7. Melakukan pembinaan anggota pembiayaan agar tidak macet.
8. Membuat laporan perkembangan pembiayaan

 Bagian Administrasi dan Pembukuan, bertugas
1. Menangani administrasi keuangan.
2. Mengerjakan jurnal dan buku besar.
3. Menyusun neraca percobaan.
4. Melakukan perhitungan bagi hasil/bunga simpanan.
5. Menyusun laporan keuangan secara periodik.

 Bagian Teller/Kasir, bertugas :
1. Bertindak sebagai penerima uang dan juru bayar (kasir).
2. Menerima/menghitung uang dan membuat bukti penerimaan.
3. Melakukan pembayaran sesuai dengan perintah manajer.
4. Melayani dan membayar pengambilan tabungan.
5. Membuat buku kas harian.
6. Setiap awal dan akhir jam kerja menghitung uang yang ada.

 Bagian Penggalangan Dana, bertugas :
1. Melakukan kegiatan penggalangan tabungan anggota/masyarakat.
2. Menyusun rencana penggalangan tabungan.
3. Merencanakan pengembangan produk-produk tabungan.
4. Melakukan Analisis data tabungan.
5. Melakukan pembinaan anggota penabung.
6. Membuat laporan perkembangan tabungan.
7. mendiskusikan strategi penggalangan dana bersama manajer dan pengurus

 Bagian Pembinaan Anggota, bertugas :
1. Memberikan pembinaan kepada anggota mengenai:
o Administrasi dan kualitas usaha anggota.
o Pengembangan skala usaha anggota.
2. Sebagai motivator usaha anggota.
3. Membina Sumberdaya Manusia Anggota.

o PENGUATAN RUHIYAH PENGELOLA/ KARYAWAN
Penguatan ruhiyah pengelola BMT dilakukan secara berkala dan teratur yang menentukan penilaian kinerja tiap karyawan. Program penguatan ruhiyah dilakukan setiap pagi, misalnya jam 07:30 (tergantung waktu kerja setempat) dengan materi antara lain, misalnya:
a. Membaca dan menghayati Al Fatihah, Spiritual Communication, Pinbuk Press, 2004
b. Mempelajari dan mendalami lagi buku MMQ, Memahami dan Menghayati al Quran, Pinbuk Press, 2004;
c. Mempelajari secara bertahap buku Spiritual Communication, PINBUK PRESS, 2005.
d. Melanjutkan dengan mengkaji bertahap buku Mengkhusyukkan Shalat, Pinbuk Press, 2006
e. Mempraktekkan buku Dzikir Sosial, Pinbuk Press, 2006.
f. Mengkaji al Quran, setiap pagi mungkin cukup 3 ayat, i) membenarkan bersama cara membacanya; ii) membaca ayat beriring atau diikuti dengan arti terjemahannya; iii) mendiskusikan isinya bersama-sama. Kalau jumlah karyawan sudah cukup banyak, maka diskusi dibagi dalam kelompok-kelompok kecil misalnya 5 orang per kelompok. iv) Dapat dimulai dengan Q.s. 55 (ar Rahman), kemudian Q.s. 56 (al Waaqi’ah), Q.s. 57 (al Hadiid), Q.s. 59 (al Hasyr), Q.s. 67 (al Mulk), dan lainnya.

Puisinya orang Akuntan

Wahai belahan jiwaku…
Debetlah cintaku di neraca hatimu
Kan ku jurnal setiap transaksi rindumu
Hingga setebal Laporan Keuanganku
Wahai kekasih hatiku…
Jadikan aku manager investasi cintamu
Kan ku hedging kasih dan sayangmu
Di setiap lembaran portofolio hatiku
Bila masa jatuh tempo tlah tiba
Jangan kau retur kenangan indah kita
Biarlah ia bersemayam di Reksadana asmara
Berkelana di antara Aktiva dan Pasiva
Wahai mutiara kalbu ku
Hanya kau lah Master Budget hatiku
Inventory cintaku yang syahdu
General Ledger ku yang tak lekang ditelan waktu
Wahai bidadariku.
Rekonsiliasikanlah hatiku dan hatimu
Seimbangkanlah neraca saldo kita
Yang membalut laporan laba rugi kita
Dan cerahkanlah laporan arus kas kita selamanya

Bunga Menurut Pandangan Filosof dan Agama-agama

Sekitar dua dasawarsa (20 tahun) menjelang abad 21, ratusan bank-bank syariah di dunia internasional, meraih sukses dan kemajuan luar biasa. Bank-bank Islam yang menghapuskan bunga dan menggantinya dengan sistem bagi hasil, jual beli dan ijarah, ternyata sangat ampuh dan tangguh menghadapi gejolak krisis moneter dan bisa meraup keuntungan bisnis.
Dengan majunya bank-bank syariâh tanpa bunga, maka otomatis hukum bunga bank yang pernah diperselisihkan dan diperdebatkan, menjadi tergugat kembali. Kalau dulu, ada ulama yang menerima dan membolehkan bunga dengan alasan darurat atau memandangnya sebagai suatu keharusan agar bank bisa hidup dan memperoleh untung, maka di zaman ini, alasan darurat atau anggapan keharusan bunga itu, telah hilang sama sekali. Sebab telah menjadi fakta, bahwa ternyata bank-bank Islam tanpa bunga dapat berkembang dan menunjukkan prestasi besarnya dalam meraih keuntungan. Tegasnya, tidak ada lagi alasan darurat bagi kebolehan bunga bank, sebab bank-bank syariah telah hadir di sekitar kita. Tulisan ini akan memaparkan bunga dalam perspektif historis, pendapat para filosof Yunani tekemuka dan pandangan agama-agama samawi dengan harapan tulisan ini akan memberikan keyakinan kepada umat Islam bahwa larangan praktik bunga telah diajarkan sepanjang sejarah manusia dan oleh semua agama samawi, oleh karena itu praktik bunga ini harus kita tinggalkan.
Bunga dalam lintasan sejarah
Menurut pakar sejarah ekonomi, kegiatan bisnis dengan sistem bunga telah ada sejak tahun 2.500 sebelum masehi, baik Yunani kuno, Romawi kuno, dan Mesir kuno. Demikian juga pada tahun 2000 sebelum masehi, di Mesopotamia (wilayah Iraq sekarang) telah berkembang sistem bunga. Sementara itu, 500 tahun sebelum masehi Temple of Babilion mengenakan bunga sebesar 20% setahun.
Kebiasaan bunga juga berkembang di tanah Arab sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasul. Catatan sejarah menunjukkan bahwa bangsa Arab cukup maju dalam perdagangan. Hal ini digambarkan al-Quran dalam surah al-Quraisy dan buku-buku sejarah dunia. Bahkan kota Mekkah saat itu pernah menjadi kota dagang internasional yang dilalui tiga jalur-jalur perdagangan dunia Eropa, dan Afrika, India dan China, serta Syam dan Yaman.
Suatu hal yang tak bisa dibantah, bahwa dalam rangka menunjang arus perdagangan yang begitu pesat, mereka membutuhkan fasilitas pembiayaan yang memadai guna menunjang kegiatan produksi dan perdagangan. Jadi peminjaman modal untuk perdangan dilakukan dengan sistem bunga. Tegasnya pinjaman uang pada saat itu, bukan semata untuk konsumsi, tetapi juga untuk usaha-usaha produktif. Sistem bunga inilah selanjutnya yang dilarang Al-Quran secara bertahap.
Ayat al-Quran surat Ali Imran ayat 30 yang melarang riba yang berlipat ganda, belum selesai (tuntas). Sebab setelah itu, turun lagi ayat tentang riba yang mengharamkan segala bentuk riba, baik riba yang berlipat ganda maupun yang ringan bunganya (QS 2: 275: 279).
Bunga menurut agama- agama
A) Agama Yahudi
Pandangan agama Yahudi mengenai bunga terdapat dalam kitab perjanjian lama pasal 22 ayat 25 yang berbunyi, Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umatku yang miskin di antara kamu, maka janganlah enkau berlaku seperti orang penagih hutang dan janganlah engkau bebankan bunga uang padanya, melainkan engkau harus takut pada Allahmu supaya saudaramu dapat hidup diantaramu.
Pasal tersebut dengan tegas melarang praktik bunga bagi orang Yahudi. Namun, orang Yahudi suka membuat helah dengan menafsirkan pasal tersebut sesuai dengan nafsunya. Menurut mereka, bunga hanyalah terlarang kalau dilakukan sesama Yahudi, dan tidak dilarang bila dipraktikkan terhadap kaum yang bukan Yahudi. Mereka mengharamkan bunga sesama mereka, tetapi menghalalkannya pada pihak lain. Sikap perbutan itu dikecam al- Quran sebagai perbuatan yang dzhalim dan batil ( QS.160-161).
b) Agama Nasrani
Pandangan agama Nasrani mengenal bunga, terdapat dalam kitab perjanjian lama kitab Deuteronomiy pasal 23 ayat 19. Janganlah engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makan yang dibungakan . Selanjutnya dalam perjanjian baru dalam Injil Lukas ayat 34 disebutkan. Jika kamu menghutangi kepada orang yang kamu harapkan imbalannya, maka di mana sebenarnya kehormatan kamu, tetapi berbuatlah kebajikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya karena pahala kamu akan banyak.
Melihat pandangan kedua agama tersebut tentang pelarangan bunga, amatlah tepat untuk menyimpulkan bahwa umat non-muslimpun harus menyambut baik bank tanpa bunga. Hal ini karena bank Islam telah memberikan jalan keluar dari larangan kitab suci di atas. Dan inilah agaknya sarana yang paling tepat untuk mengembangkan kerja sama dalam memerangi bunga yang telah dilarang agama samawi tersebut.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas, maka tokoh agama Nasrani dengan tegas melarang pembungaan uang. Ajaran tersebut diyakini dan dikembangkan oleh kaum Skolastik yang pemikiran-pemikiran ekonominya masih sangat konsisten dengan ajaran gereja. Dua tokoh Skolastik yang paling terkenal adalah St. Albertus Magnus (1206-1280) dan Thomas Aquinas (1225-1274). Keduanya sangat mengutuk praktik pembungaan uang. Thomas Aquinas dalam Summa Theologia bahkan dengan tegas menyebut orang-orang yang memperanakkan uang sebagai pendosa. Bagi Aquinas memungut bunga dari uang yang dipinjamkan adalah tidak adil dan sama artinya dengan menjual sesuatu yang tidak ada.
Ajaran agama Nasrani yang melarang bunga sampai abad 13 masih menjadi ajaran gereja. Pada akhir abad 13, muncul aliran-aliran baru yang berusaha menghilangkan pengaruh gereja yang mereka anggap kolot, sehingga peminjaman dengan bunga berkembang luas dan pengharaman bunga dari pihak gereja pun makin kabur. Sejak itu praktik bunga merajalela dan dianggap sah di Eropa. Pada masa itu sarjana Kristen melakukan rumusan baru tentang pendefenisian bunga. Bahasan mereka bertujuan memperluas dan melegitimasi bunga. Mereka membedakan bunga menjadi dua, yakni interest dan usury. Menurut mereka interest adalah bunga yang dibolehkan, sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan (riba). Konsep tersebut semakin berkembang luas, setelah Raja Inggris, yakni Hendri VIII, pada tahun 1545 M mengukuhkan dan mengembangkannya. Ia dengan tegas mengatakan bahwa riba (usury) tidak dibenarkan, sedangkan bunga (interest) dibolehkan asal tidak berlebihan. Gaung Raja Hendrik VIII itu sampai ke Belanda dan Eropa lainnya. Ketika Belanda menjajah Indonesia, mereka menyebar luaskan pandangan Hendrik VIII, selama 350 tahun di Indonesia. Sehingga ada orang Indonesia yang melarang dan menjauhi riba tapi membolehkan dan mempraktikkan bunga. Mereka membedakan bunga dan riba. Padahal bunga dan riba sama saja. Bahkan, ada orang beranggapan bahwa bunga bank yang ada pada masa kini, berbeda dengan riba yang ada pada masa jahiliyah. Riba pada masa jahiliyah diharamkan karena berlipat ganda. Sedangkan bunga bank dibolehkan. Anggapan itu ternyata keliru besar. Kekeliruan itu ditunjukkan oleh hasil penelitian para ekonom dan intelektual muslim terkenal, seperti Prof Dr Muhammad Nejatullah Ashiddiqi, Prof Dr Umar Chapra, Prof Dr MA Mannan, Prof Kursyid Ahmad, serta puluhan ekonom muslim dan nonmuslim lainnya. Para ekonom muslim melakukan penelitian ilmiah secara historis tentang bunga dan riba sepanjang sejarah kehidupan manusia, mulai Yunani Kuno, Roma kuno, Mesopotamia dan Arab Jahiliyah.
Dari penelitian historis itu disimpulkan, bahwa sistem bunga, sebenarnya sudah lama ada dalam sejarah kehidupan manusia. Selanjutnya penelitian itu menunjukkan bahwa ternyata bunga dan riba sama saja. Bahkan ditemukan, bunga bank yang ada sekarang lebih dzhalim dari riba jahiliyah. Karena bunga bank sekarang, telah dikenakan pada bulan pertama, sementara riba jahiliyah, bunga belum dikenakan, kecuali pada saat jatuh tempo itu si debitur tak mampu membayar hutangnya, maka pada bulan depan ia harus membayar bunga, karena adanya penangguhan Karena itu para ekonom muslim menetapkan bahwa sistem bunga yang diterapkan dalam bank konvensional saat ini tidak sesuai dengan syariah Islam, karenanya ia harus diganti dengan sistem bagi hasil (mudharabah dan masyarakat dan produk syariah lainnya). Penutup Dari uraian-uraian di atas, jelaslah bahwa bunga telah dilarang dalam peradaban manusia sejak ribuan tahun yang lalu, sejak Yunani kuno, Romawi kuno dan Mesir kuno. Demikian pula agama-agama samawi, seperti Yahudi dan Nasrani. Ulama-ulama OKI yang terdiri dari 54 negara, ulama Rabithah Alam Al-Islami dan seluruh ahli ekonomi Islam dunia, telah sepakat mengutuk dan mengharamkan bunga bank, lalu mengharuskan umat Islam mengembangkan dan mempraktikkan konsep bank Islam, tanpa bunga. Demikian pula Majelis Ulama Indonesia, telah secara tegas mengharamkan bunga bank, dan telah memelopori pendirian Bank Muamalat dan diikuti Bank Syariah Mandiri dan bank-bank syariah lainnya. Karena itu marilah kita secara beramai-ramai menabung dan mendepositokan uang di bank syariah, agar kita terhindar dari dosa riba yang mengerikan dan umat Islam maju dan sukses dunia-akhirat.
A. Sejarah Sukuk/ Obligasi Syariah
Sesungguhnya, sukuk / obligasi syariah ini bukan merupakan istilah yang baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak dari kata sakk yang memiliki arti yang sama dengan sertifikat atau note. Ia dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab, menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.
Dalam perkembangannya, the Islamic Jurispudence Council (IJC) kemudian mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA – Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan salam sukuk berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001. Kemudian Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan Global Corporate Sukuk di pasar keuangan Islam internasional. Inilah sukuk global yang pertama kali muncul di pasar internasional.
Selanjutnya, penerbitan sukuk di pasar internasional terus bermunculan bak cendawan di musim hujan. Tidak ketinggalan, pemerintahan di dunia Islam pun mulai melirik hal tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 2002 pemerintah Malaysia menerbitkan sukuk dengan nilai 600 juta dolar AS dan terserap habis oleh pasar dengan cepat, bahkan sampai terjadi over subscribe. Begitu pula pada Desember 2004, pemerintah Pakistan menerbitkan sukuk di pasar global dengan nilai 600 juta dolar AS dan langsung terserap habis oleh pasar. Dan masih banyak contoh lainnya.
Harus kita akui, bahwa sukuk atau obligasi syariah ini adalah salah satu bentuk terobosan baru dalam dunia keuangan Islam, meskipun istilah tersebut adalah istilah yang memiliki akar sejarah yang panjang. Inilah salah satu bentuk produk yang paling inovatif dalam pengembangan sistem keuangan syariah kontemporer.
B. Pengertian
Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran.
Ketentuan lain dapat juga dicantumkan dalam obligasi tersebut seperti misalnya identitas pemegang obligasi, pembatasan-pembatasan atas tindakan hukum yang dilakukan oleh penerbit. Obligasi pada umumnya diterbitkan untuk suatu jangka waktu tetap diatas 10 tahun. Misalnya saja pada Obligasi pemerintah Amerika yang disebut “U.S. Treasury securities” diterbitkan untuk masa jatuh tempo 10 tahun atau lebih. Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun disebut “surat utang” dan utang dibawah 1 tahun disebut “Surat Perbendaharaan. Di Indonesia, Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun yang diterbitkan oleh pemerintah yang disebut dengan Surat Utang Negara (SUN) dan utang dibawah 1 tahun yang diterbitkan pemerintah disebut Surat Perbendaharan Negara (SPN)
Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak ada konvergensi pendapat bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang punya komponen bunga (interest-bearing instruments) ini keluar dari daftar investasi halal. Karena itu, dimunculkan alternatif yang dinamakan obligasi syariah. Sebenarnya obligasi yang tidak dibenarkan itu adalah obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban membayar bunga (sistem riba).
Di dalam Islam, istilah obligasi lebih dikenal dengan istilah sukuk. Merujuk kepada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, “Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo”.
Untuk menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan harus dipenuhi, yakni aktivitas utama (core business) yang halal, dan tidak bertentangan dengan substansi fatwa DSN.
C. Ketentuan Obligasi Syariah
Ketentuan Umum:
•Obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang bersifat hutang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga;
•Obligasi yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah
•Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Ketentuan Khusus
•Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain:
1. Mudharabah (Muqaradhah)/ Qiradh
2. Musyarakah
3. Murabahah
4. Salam
5. Istishna
6. Ijarah
•Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan dengan syariah dengan memper-hatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah;
•Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib) kepada pemegang Obligasi Syariah Mudha-rabah (Shahibul Mal) harus bersih dari unsur non halal;
•Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang Obligasi Syariah sesuai akad yang digunakan;
•Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.
D. Skema Bagi Hasil
Obligasi Konvensional
Pendapatan atau imbal hasil atau return yang akan diperoleh dari investasi obligasi dinyatakan sebagai yield, yaitu hasil yang akan diperoleh investor apabila menempatkan dananya untuk dibelikan obligasi. Sebelum memutuskan untuk berinvestasi obligasi, investor harus mempertimbangkan besarnya yield obligasi, sebagai faktor pengukur tingkat pengembalian tahunan yang akan diterima.
Ada 2 (dua) istilah dalam penentuan yield yaitu current yield dan yield to maturity.
•Currrent yield adalah yield yang dihitung berdasarkan jumlah kupon yang diterima selama satu tahun terhadap harga obligasi tersebut.
Current yield = bunga tahunan
harga obligasi
Contoh:
Jika obligasi PT XYZ memberikan kupon kepada pemegangnya sebesar 17% per tahun sedangkan harga obligasi tersebut adalah 98% untuk nilai nominal Rp 1.000.000.000, maka:
Current Yield = Rp 170.000.000 atau 17%
Rp 980.000.000 98%
= 17.34%
Sementara itu yiled to maturity (YTM) adalah tingkat pengembalian atau pendapatan yang akan diperoleh investor apabila memiliki obligasi sampai jatuh tempo. Formula YTM yang seringkali digunakan oleh para pelaku adalah YTM approximation atau pendekatan nilai YTM, sebagai berikut:
YTM approximation = C + P – R
n x 100%
P + R
2
Keterangan:
C = kupon
n = periode waktu yang tersisa (tahun)
R = redemption value
P = harga pembelian (purchase value)
Contoh:
Obligasi XYZ dibeli pada 5 September 2003 dengan harga 94.25% memiliki kupon sebesar 16% dibayar setiap 3 bulan sekali dan jatuh tempo pada 12 juli 2007. Berapakah besar YTM approximationnya ?
C = 16%
n = 3 tahun 10 bulan 7 hari = 3.853 tahun
R = 94.25%
P = 100%
YTM approximation = 16 + 100 – 94.25
3.853
= 100 + 94.25
2
= 18.01 %
Obligasi Syariah
Melalui fatwanya, DSN sebenarnya mengkategorikan tiga jenis pemberian keuntungan kepada investor pemegang Obligasi Syariah. Yaitu, pertama adalah berupa bagi hasil kepada pemegang Obligasi Mudharabah atau Musyarakah. Kedua, keuntungan berupa margin bagi pemegang Obligasi Murabahah, Salam atau Istishna. Dan ketiga, berupa fee (sewa) dari aset yang disewakan untuk pemegang Obligasi dengan akad Ijarah. Pada prinsipnya, semua Obligasi Syariah adalah surat berharga bukti investasi jangka panjang yang berdasarakan prinsip syariah Islam. Namun yang membedakan adalah akad dan transaksinya.
Adapun transaksi sukuk yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Obligasi Mudharabah
Dimana obligasi mudharabah memakai akad bagi hasil pada saat pendapatan emiten telah di ketahui dengan jelas. Penerapan mudharabah dalam obligasi cukup sederhana. Emiten bertindak selaku mudharib (pegelola dana) dan investor bertindak selaku shahibul mal, alias pemilik modal. Keuntungan yang diperoleh investor merupakan bagian proporsional keuntungan dari pengelolaan dana oleh investor. Menyikapi adanya indikasi bahwa terdapat kontradiksi antara mudharabah dan obligasi dalam definisi, serta masih adanya anggapan bahwa obligasi syariah mudharabah sejatinya tetaplah sebagai surat hutang, lebih lanjut, Hakim mengatakan bahwa transaksi mudharabah dalam konteks obligasi syariah mudaharabah ini adalah transaksi investment, bukan hutang piutang. Karena investment merupakan milik pemilik modal, maka ia dapat menjualnya kepada pihak lain. Prinsip inilah yang mendasari dibolehkan adanya secondary market bagi obligasi mudharabah.
Contoh:
Sebagai contoh Berlian Laju Tanker telah menerbitkan Obligasi Mudharabah senilai Rp 100 miliar. Dananya digunakan untuk membeli kapal tanker (66%) dengan tambahan modal kerja perusahaan (34%). Obligasi berjangka waktu 5 tahun yang dicatakan di BES ini memperoleh keuntungan dari bagi hasil berdasarkan pendapatan perseroan dari pengoperasian kapal tanker MT Gardini atau kapal lain yang beroperasi untuk melayani Pertamina, sehingga return-nya berubah setiap tahun sesuai pendapatan.
2. Obligasi Ijarah
Dimana obligasi ijarah memakai akad sewa menyewa sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan
Contoh:
Penerapan akad Ijarah secara praktis dapat kita lihat pada Matahari Departemen Store. Perusahaan ritel ini mengeluarkan Obligasi Ijarah senilai Rp 100 miliar. Dananya digunakan untuk menyewa ruangan usaha dengan akad wakalah, dimana Matahari bertindak sebagai wakil untuk melaksanakan ijarah atas ruangan usaha dari pemiliknya (pemegang obligasi/investor). Ruang usaha yang disewa adalah Cilandak Town Square di Jakarta. Ruang usaha tersebut dimanfaatkan Matahari sesuai dengan akad wakalah, dimana atas manfaat tersebut Matahari melakukan pembayaran sewa (fee ijarah) dan dana obligasi. Fee ijarah dibayarkan setiap tiga bulan, sedangkan dana obligasi dibayarkan pada saat pelunasan obligasi. Jangka waktu obligasi tersebut selama lima tahun.
E. Harga Obligasi
Konvensional
Berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam bentuk mata uang, harga obligasi dinyatakan dalam persentase (%), yaitu persentase dari nilai nominal.
Ada 3 (tiga) kemungkinan harga pasar dari obligasi yang ditawarkan, yaitu:
•Par (nilai Pari) : Harga Obligasi sama dengan nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual pada harga 100%, maka nilai obligasi tersebut adalah 100% x Rp 50 juta = Rp 50 juta.
•at premium (dengan Premi) : Harga Obligasi lebih besar dari nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal RP 50 juta dijual dengan harga 102%, maka nilai obligasi adalah 102% x Rp 50 juta = Rp 51 juta
•at discount (dengan Discount) : Harga Obligasi lebih kecil dari nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual dengan harga 98%, maka nilai dari obligasi adalah 98% x Rp 50 juta = Rp 49 juta.
Namun yang terpenting adalah, instrument bunga (interest instruments) sangat mempengaruhi permintaan obligasi. Semakin tinggi tingkat suku bunga, semakin sedikit orang (calon investor) membeli obligasi, tetapi semakin rendah suku bunga, maka semakin banyak orang (calon investor) yang akan berinvestasi dengan membeli obligasi.
Syariah
Obligasi syariah atau mudharabah bond ini dijual pada harga nominal pelunasan jatuh temponya (at maturity par value) di pasar perdana. Landasan syariah dari obligasi ini antara lain berdasarkan hadist Mudharabah yang diriwayatkan oleh Suhaib Ar Rumi (H.R. Ibnu Majah). Pada prinsipnya mudharib memiliki kewajiban finansial kepada shahibul maal, untuk mengembalikan pokok penyertaan ditambah bagi hasil dari keuntungan. Peluang mendapatkan bagi hasil inilah, oleh shahibul maal bisa dialihkan ke pihak lain melalui mekanisme al Hawalah (pengalihan piutang dengan tanggungan bagi hasil).
Mekanisme al Hawalah ini bisa menjadi dasar transaksi mudharabah bond di pasar sekunder. Landasan syariahnya antara lain H.R. Imam Bukhari dan Muslim: Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman. Dan jika salah seorang dari kamu diikutkan (dihawalahkan) kepada orang yang mampu / kaya, maka terimalah hawalah itu.” Dalam kaitan ini mayoritas ulama sepakat membolehkan al Hawalah pada satu bentuk kewajiban finansial. Atas dasar landasan syariah al Hawalah, maka di pasar modal syariah tidak ada transaksi yang bisa dikategorikan jual beli murni setelah perdananya. Karena sebagian besar ulama telah mengharamkan Bai’ Al Dayn (the sale of payable right raises from transaction), yang berarti melarang untuk diperjualbelikan utang piutang secara tangguh. Yang bisa dilakukan oleh pemegang obligasi syariah (Shariah bonds holders) adalah meng-hawalah-kan syariah bonds-nya untuk mendapatkan dana segar sebesar maturity par value-nya, dengan melakukan perjanjian revenue sharing atas initial revenue sharing yang diperoleh dari penerbit syariah bonds.
Dengan demikian syariah bonds sebaiknya dikeluarkan atas nama, bukan atas unjuk. Pendekatan lain yang kini tengah dibahas oleh para ahli fiqih dan ahli keuangan syariah adalah membeli utang secara tunai (karena yang dilarang adalah membeli utang secara tangguh). Salah satu di antara skema yang tengah dikembangkan adalah lembaga keuangan tertentu menjual metal kepada bond holders dengan mempergunakan obligasi syariah itu sebagai proceednya. Harga yang disepakati sesuai dengan harga nominal (par value obligasi tersebut). Dalam transaksi ini tidak terjadi diskon atau mark down dari nilai obligasi karena hal ini bisa menjadi pintu belakan bagi riba nasi’ah. Lembaga keuangan mendapat keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual metal tersebut

Perbedaan BMT dan Bank

Perbedaan signifikan antara lembaga keuangan konvensional dan syariah terutama pada nilai filosofinya. Hal ini kemudian diturunkan pada system dan praktek sehari-hari. Kalau mau lebih jelas barangkali Bapak/Ibu bisa membandingkan akad transaksi konvensional dengan akad transaksi syariah beserta konsekwensi-konsekwensi ke depannya. Sistem konvensional cenderung merugikan salah satu pihak yang bertransaksi. Sedangkan system syariah berangkat dari niat saling tolong.

Ditinjau dari sisi praktis keseharian bisa saja ada kesamaan sebagaimana cara makannya orang tak beriman dengan cara makannya seorang muslim.

Mengenai kolekting harian yang dilakukan hampir semua BMT kepada anggota pembiayaannya didasarkan atas alasan yang beragam. Kalau di BMT, kolekting harian dilakukan pertama, atas permintaan anggota agar dengan maksud merasa selalu diingatkan akan kewajibannya. Hal ini penting bagi mereka agar mereka bisa mengatur keuangannya dengan baik. Kalau ditunda seminggu atau sebulan biasanya selain suka lupa juga uang bagi hasil terpakai untuk keperluan yang lain. Kedua, dengan kolekting harian, marketing BMT bisa bersilaturraim setiap hari, memberi sekadar advis bisnis bahkan da’wah. Ketiga, Tamzis menyadari bahwa dana yang diputar melalui anggota pembiayaan adalah dana amanah dari anggota lain yang harus dipertanggung-jawabkan. Kolekting harian mengurangi secara signifikan pembiayaan macet. Keempat, marketing BMT keliling harian juga sekaligus melayani anggota yang mau nitip (nabung) dan yang mengambil titipan. Tamzis melakukan pelayanan jemput bola. Apa pun keperluan anggota dapat dilayani di tempat anggota.

BMT yang berbadan hukum koperasi harus mengganti sistem bunga yang biasa diterapkan dalam sistem perkoperasian di Indonesia 23dengan sistem yang sesuai dengan prinsip Islam yaitu bagi hasil, sehingga merancang sebuah konsep lembaga koperasi syariah adalah suatu kebutuhan yang harus dilakukan.
Permasalahan pelaksanaan mudharabah di BMT pada umumnya?

Permasalahan utama yang terjadi untuk akad ini ialah:
1. Resiko yang terlalu besar
2. Moral Hazard. Ada kalanya pemberiaan uang usaha tidak digunakan untuk usaha, tetapi untuk hal lain.
3. Dibutuhkan sdm khusus untuk mengawal akad ini.
4. Ada kalanya pengusaha belum rela untuk berbagi keuntungan dengan pemodal, misal, keuntungan usaha bakso marginnya bisa sampai 40% pertahun, nah bila memakai akad mudharabah maka pengusaha akan mendapatkan margin yang lebih rendah karena harus berbagi dengan lembaga keuangan syariah.

NILAI - NILAI BMT SURYA MANDIRI

NILAI - NILAI BMT SURYA MANDIRI

1. Kerja Ikhlas : seluruh aktivitas yang dilakukan didasari oleh niat yang ikhlas, bertujuan sebagai ibadah semata kepada Alloh SWT. Niat ibadah karya bahkti ikhlas itu harus tercermin dalam perilaku ;
• Pantang mengeluh (ash-shabr)
• Menjaga amanah (al-amin)
• Transparan (al-nur)
• Tidak menerima suap, komisi & fasilitas yang tidak halal (al-quddus)
2. Kerja Cerdas : bekerja secara profesional didukung oleh kemampuan people, process, system dan technology yang terbaik. Implementasi prilakunya adalah ;
• Selalu meningkatkan kemampuan diri (tazkiyatu nnafs)
• Melakukan improvement yang berkelanjutan (al-ihsan)
• Bekerja dengan perencanaan yang terstruktur (qaddamat lighat)
• Bekerja sesuai prosedur dan ketentuan (al-hakim)
• Inovatif & kreatif dalam melakukan continous improvement (al-khaliq)
3. Kerja Keras : bekerja dengan semangat tinggi dan etos kerja yang terbaik. Implementasi prilaku sebagai berikut ;
• Selalu bersemangat dalam menjalankan tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya (al-hayyu)
• Selalu ingin mencapai hasil terbaik dalam bekerja (barakah)
• Bekerja dengan prinsip "hari ini lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini" ('amalan shaliihan)
4. Kerja Tuntas : bekerja sesuai dengan rencana yang telah disusun,
• Memberikan pelayanan yang terbaik (service excellent / ahsanu 'amala)
• Memenuhi janji kepada setiap orang (amanah)
• Membuat perencanaan & melaksanakannya dengan baik (al-mushawwir)
KELEMBAGAAN BMT
Sebagian dari kita mungkin bingung dengan BMT. Apakah BMT itu? Apa beda BMT dengan yang lainnya? Tulisan ini akan mencoba menjelaskan tentang BMT. Sebagian besar penjelasan ini termuat dalam SOM BMT Pinbuk.

1. Definisi

BMT merupakan salah satu bentuk dari lembaga keuangan mikro bukan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip Syariah Islam (selanjutnya disebut syariah). Lembaga keuangan berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dengan pihak yang memerlukan dana (pelaku usaha).

Salah satu dari BMT ini adalah BMT ringkasan dari nama baitul maal wat tamwil. Istilah baitul maal wat tamwil berasal dari khasanah peradaban Islam yang terdiri dari baitul maal dan baitul tamwil. Secara etimologis pengertian baitul maal adalah rumah harta (sosial), sedangkan baitul tamwil adalah rumah niaga/pengembangan harta.

1.1. Baitul Maal

Dalam konteks BMT, pengertian baitul maal adalah lembaga yang mengelola dana-dana sosial dapat berupa dana zakat, infaq, shadaqahmaupun wakaf (ziswaf). Dana ziswaf yang berhasil dihimpun disalurkan kepada pihak yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan syariah.
Ciri-ciri operasional Baitul Maal ;
- visi & misi sosial
- non profit (nirlaba)
- memiliki pfungsi sebagai mediator antara pemberi zakat (muzakki) dan penerima zakat (mustahik)
- tidak diperbolehkan mengambil profit apapun dlm operasionalnya
- biaya operasional mengambil hak sebagai amil maksimal 12,5% dari dana yang diterima, kecuali penyetor infaq & shadaqah memesankan secara khusus.

1.2. Baitul Tamwil

Baitul tamwil adalah fungsi BMT sebagai lembaga intermediasi antara pihak pemilik dana (investor/shohibul maa) dengan pengelola dana (pelaku usaha/mudlarib).

Ciri-ciri operasional Baitul Tamwil
- visi & misi ekonomi kerakyatan
- profit oriented / berorientasi laba
- dijalankan sesuai dengan prinsip syariah
- memiliki peran mediator/lembaga intermediasi antara pemilik kelebihan dana & pihak yang memerlukan dana.
Aspek Legal & Peraturan Pendukung

Berdasarkan pasal 33 UUD 1945, kedudukan koperasi sebagai model badan usaha diangap paling sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia yang dalam pelaksanaannya telah diatur & dikembangkan dalam berbagai peraturan. Sesuai dengan pasal 3 UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian, fungsi koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut serta membangun tatanan perekonomian nasiona dalam rangka mewujudkan masyarakat adil & makmur.

BMT secara umum mempunyai misi & fungsi dalam penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan ekonomi, memberdayakan pengusaha mikro serta membina kepedulian aghnia kepada dhuafa secara terpola & berkesinambungan. BMT juga bertujuan memberikan manfaat kepada angota khususnya dan masyarakat pada umumnya serta meningkatkan kekuatan dan posisi tawar pengusaha mikro & kecil.

Model kelembagaan yang cocok dengan visi serta misi BMT adalah koperasi. Terdapat beberapa kenyataan yang memberikan landasan yang kuat pada BMT sebagai gerakan koperasi antara lain :

a. BMT didirikan dengan idealisme pemberdayaan ekonomi masyarakat bawah. BMT didirikan dengan motivasi moral keagamaan yang mendorong adanya komitmen moral dari para pendirinya.
b. BMT didirikan dengan semangat kemandirian untuk memperkuat lembaga keuangan masyarakat bawah.
c. BMT didirikan dengan semangat kekeluargaan untuk meningkatkan kualitas masyarakat.
d. BMT lebih menyebar ke akar rumput dengan skala ekonomi yang kecil.
e. BMT memiliki potensi dana pendukung sosial yaitu dana zakat, infaq dan shadaqah yang memiliki prospek untuk pengembangan ekonomi kecil.

Berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh BMT maka badan hukum yang sesuai adalah Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)

Selain mengacu pada UU No. 25 / 1992 diatas, legalitas Koperasi Jasa Keuangan Syariah juga diperkuat lagi oleh Keputusan Menteri Negara Koperasi & Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Ni. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Berdasarkan Kepmen tersebut maka berlaku ketentuan umum sebagai berikut
1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koerasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2. Koperasi Jasa Keuangan Syariah selanjutnya disebut KJKS adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah).

Sejarah lahirnya BMT

Pengantar
BMT merupakan salah satu jenis lembaga keuangan bukan bank yang bergerak dalam skala mikro sebagaimana koperasi simpan pinjam (KSP). Adapun bank umum merupakan lembaga keuangan makro sedangkan bank perkreditan rakyat merupakan lembaga keuangan menengah. Dari sekian banyak lembaga keuangan mikro seperti koperasi, BKD dan lainnya, BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang berlandaskan syari’ah. Selain itu, BMT juga dapat dikatakan sebagai suatu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang keuangan. Ini disebabkan karena BMT tidak hanya bergerak dalam pengelolaan modal (uang) saja, tetapi BMT juga bergerak dalam pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS). Ini merupakan sebuah konsekwensi dari namanya itu sendiri yaitu bait al-mal wat tamwil yang merupakan gabungan dari kata baitul maal dan bait at-tamwil. Secara singkat, Bait al-mal merupakan lembaga pengumpulan dana masyarakat yang disalurkan tanpa tujuan profit. Sedangkan bait at-tamwil merupakan lembaga pengumpulan dana (uang) guna disalurkan dengan orientasi profit dan komersial.
Perbedaan BMT dengan bank umum syari’ah (BUS) atau juga bank perkreditan rakyat syari’ah (BPRS) adalah dalam bidang pendampingan dan dukungan. Berkaitan dengan dukungan, BUS dan BPRS terikat dengan peraturan pemerintah di bawah Departemen Keuangan atau juga peraturan Bank Indonesia (BI). Sedangkan BMT dengan badan hukum koperasi, secara otomatis di bawah pembinaan Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Dengan demikian, peraturan yang mengikat BMT juga dari departemen ini. Sampai saat ini, selain peraturan tentang koperasi dengan segala bentuk usahanya, BMT diatur secara khusus dengan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah. Dengan keputusan ini, segala sesuatu yang terkait dengan pendirian dan pengawasan BMT berada di bawah Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Mengengah.

Istilah BMT
Pada mulanya, istilah BMT terdengar pada awal tahun 1992. Istilah ini muncul dari prakarsa sekelompok aktivis yang kemudian mendirikan BMT Bina Insan Kamil di jalan Pramuka Sari II Jakarta. Setelah itu, muncul pelatihan-pelatihan BMT yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK), di mana tokoh-tokoh P3UK adalah para pendiri BMT Bina Insan Kamil.
Istilah BMT semakin populer ketika pada September 1994 Dompet Dhuafa (DD) Republika bersama dengan Asosiasi Bank Syari’ah Indonesia (Abisindo) mengadakan diklat manajemen zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS) dan ekonomi syari’ah di Bogor. Diklat-diklat selanjutnya oleh DD dilakukan di Semarang dan Yogyakarta. Setelah diklat-diklat itu, istilah BMT lebih banyak muncul di Harian Umum Republuka, terutama di lembar Dialog Jum’at.
Pada tahun 1995, istilah BMT bukan hanya populer di kalangan aktivis Islam saja, akan tetapi mulai populer di kalangan birokrat. Hal ini tidak lepas dari peran Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK), suatu badan otonom di bawah Ikatan Cendekiawan Mulim Indonesia (ICMI). Bahkan pada Muktamar ICMI 7 Desember 1995, BMT dicanangkan sebagai Gerakan Nasional bersama dengan Gerakan Orang Tua Asuh (GNOTA) dan Gerakan Wakaf Buku (GWB). Hanya saja, istilah Baitul Maal wat Tamwil sering diartikan sebagai Balai Usaha Mandiri Terpadu (kependekan dan operasionalnya sama, BMT).
Untuk menjelaskan pengertian keduanya memang tidak mudah. Sebab belum ada literatur yang menerangkan secara gamblang dan tepat kedua istilah tersebut. Boleh dikatakan istilah BMT hanya ada di Indonesia. Namun menilik istilah yang ada pada padanan tersebut, BMT merupakan paduan lembaga Baitul Maal dan lembaga Baitut Tamwil. Dari kedua kata itu, istilah yang lebih akrab di telinga kaum muslimin tentunya adalah Baitul Maal, sebab kata ini sudah ada sejak zaman Rasulullah.
Sejarah Lahirnya Baitut Tamwil di Indonesia
Adapun kelahiran dan istilah baitu tamwil (BT), namanya pernah populer lewat BT Teksona di Bandung dan BT Ridho Gusti di Jakarta. Keduanya kini tidak ada lagi. Setelah itu, walaupun dengan bentuk yang berbeda namun memiliki persamaan dalam tata kerjanya pada bulan Agustus 1991 berdiri sebuah Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) di Bandung. Kelahirannya terus diikuti dengan beroprasinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada bulan Juni 1992.
BT yang menyusul kemudian adalah BT Bina Niaga Utama (Binama) di Semarang pada tahun 1993. BT Binama hingga kini masih bertahan dengan asset lebih dari 25 milyar rupiah. Dilihat dari fungsinya, BT sama dengan Bank Muamalat Indonesia atau BPRS yaitu sebagai lembaga keuangan syari’ah. Yang membedakan hanya skala dan status kelembagaannya. Bila BMI untuk pengusaha atas, BPRS untuk menengah ke bawah, maka BT untuk pengusaha bawah sekali (grass root). Ibaratnya, BMI adalah super market, BPRS adalah mini market, maka BT adalah warung-warung.
Semakin menjamurnya BT dan istilah BMT pada tahun-tahun itu didukung oleh adanya pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh Syariah Banking Institut (SBI), Institut for Shari’ah Economic Depvelopment (ISED), Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Bank Syari’ah (LPPBS). Lembaga tersebut sangat berjasa dalam mempopulerkan istilah BT yang pada waktu itu BT dianggap sebagai embrio BPRS.
Konsepsi bait al-maal sebagai pengelola dana amanah dan harta rampasan perang (ghanimah) pada masa awal Islam, yang diberikan kepada yang berhak dengan pertimbangan kemaslahatan umat, telah ada pada masa Rasulullah. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, lembaga ini bahkan dijadikan salah satu lembaga keuangan negara yang independen untuk melayani kepentingan umat dan membiayai pembangunan secara keseluruhan.
Pada masa itu, telah diadakan pendidikan khusus yang dipersiapkan untuk pengelolaan lembaga keuangan yang beroperasi sesuai dengan syari’ah. Praktek mencari keuntungan juga mulai dilakukan dengan cara bagi hasil (mudharabah), penyertaan modal usaha (musyarakah), membeli dan membayar dengan cicilan (bai’ bi ats-tsaman ajil) dan sewa guna usaha (al-ijarah).
Perkembangan ekonomi di tanah air telah mengalami fase kemajuan yang luar biasa bahkan telah menguasai seluruh ruang gerak manusia. Hal ini dapat terlihat dengan ditandai unggulnya ekonomi syari’ah dalam lembaga keuangan yang ada di negara Indonesia.
Berdirinya lembaga keuangan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat di satu sisi tapi mempunyai kepentingan yang sangat merugikan nasabah di sisi lain yaitu adanya dominasi penguasaan pada orang-orang tertentu. Ketika bank konvensional memfungsikan diri sebaga lembaga yang membantu masyarakat lemah pada dasarnya adalah memberikan kelonggaran di balik sebuah kesusahan yaitu adanya masa dan beban yang harus ditanggung. Fenomena seperti itu akan terus saja terjadi selama tidak ada suatu sistem yang dapat mengantarkan pelaku bisnis untuk meringankan beban yang dihadapi baik mengenai sistem perhitungan laba yang harus dipenuhi maupun aturan lain yang menuntut adanya sebuah pemaksaan yang secara tidak langsung mencekik leher bagi para pelaku binis itu sendiri.
Dewasa ini, bersamaan dengan semangat ittiba’ kepada Rasul dengan totalitas ajarannya, memunculkan semangat untuk meniru sistem “perbankan” pada zaman Rasulullah dan sahabat Umar. Terlebih dengan adanya kontroversi mengenai riba dan bunga bank, maka umat Islam mulai melirik untuk mendirikan bank yang berlandaskan syari’ah.
Dalam konteks Indonesia, keinginan tersebut nampaknya sejalan dengan kebijakan pemerintah, yang memberikan respon positif terhadap usulan pendirian bank syari’ah. Dengan disahkannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mencantumkan kebebasan penentuan imbalan dan sistem keuangan bagi hasil, juga dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 yang memberikan batasan tegas bahwa bank diperbolehkan melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip bagi hasil. Maka mulailah bermunculan perbankan yang menggunakan sistem syari’ah, seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI), BNI Syari’ah, BPRS-BPRS, dan Baitul Mal wat Tamwil (BMT).
Berangkat dari realitas tersebut, Islam menawarakan sebuah solusi dengan sistem ekonomi yang dapat mengangkat dan meringankan beban bagi para pelaku bisnis, baik pada tingkat pelaku bisnis pemula maupun pada pelaku bisnis di tingkat profesional. Landasan ekonomi Islam mempunyai diferensiasi yang sangat jelas dengan sistem ekonomi modern. Sebab ekonomi Islam mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh ekonomi modern.
Sistem ekonomi Islam mulai bersaing dengan sistem ekonomi konvensional dengan lahirnya Bank Muamalat Indonesia yang masih berinduk pada Bank Indonesia. Berinduk berarti bahwa perjalanan dalam menentukan sikap dan kebijakan yang berlaku di Bank Muamalat Indonesia tidak terlepas dari kontrol dari Bank Indonesia. Namun dalam menjalankan sebuah sistem yang sesuai dengan syari’at Islam adalah merupakan jalan sendiri yang tidak ada intervensi dari sistem konvensional sebagai mana yang berlaku pada Bank Indonesia.
Berawal dari lahirnya Bank Muamalat Indonesia sebagai sentral perekonomian yang bernuansa Islami, maka bermunculan lembaga-lembaga keuangan yang lain. Yaitu ditandai dengan tingginya semangat bank konvensional untuk mendirikan lembaga keuangan Islam yaitu bank syari’ah. Sehingga secara otomatis sistem perekonomian Islam telah mendapatkan tempat dalam kancah perekonomian di tanah air Indonesia.
Perkembagan ekonomi Islam tidak hanya berhenti pada tingkatan ekonomi makro, tetapi telah mulai menyentuh sektor paling bawah yaitu mikro, dengan lahirnya lembaga mikro keuangan Islam yang berorientasi sebagai lembaga sosial keagamaan yang kemudian populer dengan istilah BMT.
Munculnya BMT sebagai lembaga mikro keuangan Islam yang bergerak pada sektor riil masyarakat bawah dan menengah adalah sejalan dengan lahirnya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Karena BMI sendiri secara operasional tidak dapat menyentuh masyarakat kecil ini, maka BMT menjadi salah satu lembaga mikro keuangan Islam yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Di samping itu juga peranan lembaga ekonomi Islam yang berfungsi sebagai lembaga yang dapat mengantarkan masyarakat yang berada di daerah-daerah untuk terhindar dari sistem bunga yang diterapkan pada bank konvesional.
Kelahiran BMT sangat menunjang sistem perekonomian pada masyarakat yang berada di daerah karena di samping sebagai lembaga keuangan Islam, BMT juga memberikan pengetahuan-pengetahuan agama pada masyarakat yang tergolong mempunyai pemahaman agama yang rendah. Sehingga fungsi BMT sebagai lembaga ekonomi dan sosial keagamaan betul-betul terasa dan nyata hasilnya.
Lahirnya BMT ini di antaranya dilatarbelakangi oleh beberapa alasan sebagai berikut;
1. Agar masyarakat dapat terhindar dari pengaruh sistem ekonomi kapitalis dan sosialis yang hanya memberikan keuntungan bagi mereka yang mempunyai modal banyak. Sehingga ditawarkanlah sebuah sistem ekonomi yang berbasis syari’ah. Ekonomi syari’ah yang dimaksud adalah suatu sistem yang dibangun atas dasar adanya nilai etika yang tertanam seperti pelarangan tentang penipuan dan bentuk kecurangan, adanya hitam di atas putih ketika terjadi transaksi, dan adanya penanaman kejujuran terhadap semua orang dan lain-lain.
2. Melakukan pembinaan dan pendanaan pada masyarakat menengah ke bawah secara intensif dan berkelanjutan
3. Agar masyarakat terhindar dari rentenir-rentenir yang memberikan pinjaman modal dengan sistem bunga yang sangat tidak manusiawi.
4. Agar ada alokasi dana yang merata pada masyarakat, yang fungsinya untuk menciptakan keadilan sosial.
Realitas menunjukkan, adanya BMT di tingkat daerah sangat membantu masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan ekonomi yang saling mengutungkan dengan memakai sistem bagi hasil. Di samping itu juga ada bimbingan yang bersifat pemberian pengajian kepada masyarakat dengan tujuan sebagai sarana transformatif untuk lebih mengakrabkan diri pada nilai-nilai agama Islam yang bersentuhan langsung dengan kehidupan sosial masyarakat.
Sebagai lembaga keuangan yang bergerak pada bidang bisnis dan sosial, BMT harus mempunyai visi yang mengarah pada perwujudan masyarakat sejahtera dan adil. Walaupun setiap BMT mempunyai visi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, namun arah atau visi utama tersebut harus dijadikan sebagai pijakan. Pada dataran realitas, dimana BMT berbadan hukum koperasi, visi kesejahteraan dan keadilan tersebut memang diarahkan pada anggota terlebih dahulu. Namun demikian, kesejahteraan masyarakat umum juga tidak boleh dikesampingkan.
Dengan acuan tersebut, maka visi BMT dapat dirumuskan secara kelembagaan masing-masing. Hal ini mengingat lingkungan kerja BMT yang memang sangat variatif. Sehingga visi yang dibangunnya juga dapat saja berbeda-beda.
Adapun misi yang harus dijadikan sebagai acuan adalah membangun dan mengembangkan tatanan ekonomi dan masyarakat yang sesuai dengan prinsip syari’ah. Hal inilah yang membedakan koperasi pada umumnya dengan koperasi dalam bentuk BMT. Karena pengertian BMT yang mengandung unsur sosial juga, maka misi sebagaimana di atas juga harus dijadikan patokan utama. Secara defakto, rumusan redaksional misi antar BMT dapat berbeda-beda namun dengan misi utama yang sama.
Melihat visi dan misi BMT yang harus diarahkan pada terciptanya masyarakat sejahtera dan adil sebagaimana di atas, maka tujuan didirikannya suatu BMT harus relevan dengan hal itu. Selain juga sebagai lembaga berbadan hukum koperasi, BMT harus diupayakan mempunyai tujuan pemberdayaan ekonomi anggota secara khusus dan masyarakat luas pada umumnya. Pemberdayaan (empowering) harus menjadi brand tujuan BMT. Artinya bahwa pemberian modal pinjaman pada anggota maupun penyimpanannya oleh anggota harus dilakukan sebagai alat pemberdayaan ekonomi mereka. Pemberdayaan semacam ini dapat diwujudkan oleh BMT dengan cara pendampingan usaha bagi penerima modal atau dengan kegiatan-keiatan lainnya.
Dengan hadirnya Kepmen K.UKM No. 91 Tahun 2004, maka yang menjadi tujuan pengembangan KSPS, KJKS, dan UJKS yang merupakan wadah BMT, harus diarahkan pada;
Peningkatan program pemberdayaan ekonomi, khususnya di kalangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi melalui sistem syari’ah,
Pemberian dorongan bagi kehidupan ekonomi syari’ah dalam kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah khususnya dan ekonomi Indonesia pada umumnya; dan
Peningkatan semangat dan peran serta anggota masyarakat dalam kegiatan Koperasi Jasa Keuangan Syari;ah
Sebagai lembaga bisnis yang profesional, BMT dituntut untuk lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yakni simpan pinjam, jasa, dan jual beli. Usaha ini seperti usaha perbankan yakni menghimpun dana anggota dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkan kepada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan. Namun demikian, terbuka luas bagi BMT untuk mengembangkan usahanya pada lahan bisnis yang lebih riil maupun sektor lain yang dilarang dilakukan oleh lembaga keuangan bank. Karena BMT bukan bank, maka ia tidak tunduk pada aturan perbankan.
Dengan adanya Kepmen K.UKM No. 91 Tahun 2004 maka ruang lingkup kerja BMT dapat berbeda-beda tergantung perizinan yang dilakukan. Artinya, jika izin pendirian BMT dilakukan sebatas di Dinas Koperasi Kabupaten atau Kota, maka ruang lingkup kerjanya sebatas Kabupaten atau Kota tersebut. Adapun BMT yang meminta izin usahanya di Dinas Koperasi Propinsi, maka secara otomatis ruang lingkup kerjanya mencakup satu propinsi tersebut. Adapun bila BMT mendapat ijin langsung dari menteri, maka wilayah operasionalnya dapt di seluruh wilayah Indonesia.
Untuk lebih jelas tentang ruang lingkup kerja BMT ini dapat dilihat dalam Kepmen No. 91 Tahun 2004 pasal 5 bagian a, b, dan c. Pasal 5 bagian a Keputusan Menteri ini menyatakan bahwa permohonan pengesahan akta pendirian Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah Primer dan Sekunder yang anggotanya berdomisili di dua atau lebih propinsi, diajukan kepada Menteri c.q. Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, setelah terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi Pejabat pada tingkat kabupaten/kota tempat domisili koperasi yang bersangkutan dan selanjutnya menteri mengeluarkan surat keputusan pengesahan akta pendiriannya. Bagian b menyatakan bahwa permohonan pengesahan akta pendirian Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah baik Jasa Keuangan Syari’ah Primer maupun Sekunder yang anggotanya berdomisili di beberapa kabupaten dan atau kota dalam satu propinsi, diajukan kepada instansi yang membidangi koperasi tingkat propinsi yang membawahi bidang koperasi, dengan terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi Pejabat yang membawahi bidang koperasi pada kabupaten dan atau kota tempat domisili koperasi yang bersangkutan, selanjutnya Pejabat tingkat propinsi mengeluarkan surat keputusan pengesahan akta pendirian. Sedangkan bagian c menyatakan bahwa permohonan pengesahan akta pendirian Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah Primer dan Sekunder yang anggotanya berdomisili dalam satu wilayah kabupaten dan atau kota diajukan kepada Instansi yang membawahi bidang koperasi pada kabupaten dan kota setempat dan selanjutnya Pejabat setempat mengeluarkan surat keputusan pengesahan akta pendiriannya.
Melihat pengertian BMT sebagaimana ide awal lahirnya dan kemudian pengaturan pemerintah dalam legalitasnya, maka BMT mempunyai peranan sebagai berikut:
1. Mengumpulkan dana dan menyalurkannya pada anggota maupun masyarakat luas.
2. Mensejahterakan dan meningkatkan perekonomian anggota secara khusus dan masyarakat secara umum.
3. Membantu baitul al-maal dalam menyediakan kas untuk alokasi pembiayaan non komersial atau biasa disebut qardh al-hasan.
4. Menyediakan cadangan pembiayaan macet akibat terjadinya kebangkrutan usaha nasabah bait at-tamwil yang berstatus al-gharim.
5. Lembaga sosial keagamaan dengan pemberian beasiswa, santunan kesehatan, sumbangan pembangunan sarana umum, peribadatan dan lain lain. Di sisi lain hal ini juga dapat membantu bait at-tamwil dalam kegiatan promosi produk-produk penghimpun dana dan penyaluran kepada masyarakat.
Walaupun demikian, karena di sisi lain BMT mempunyai misi membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat yang madani dan adil, maka dapat dipahami bahwa tujuan dari BMT bukan semata-mata mencari keuntungan dan penumpukan modal pada segolongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prisip ekonomi Islam. Oleh karena itu, hal-hal yang harus dikedepankan oleh BMT adalah:
1. Orientasi bisnis, mencari laba bersama, pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan masyarakat.
2. Walaupun bukan lembaga sosial, tetapi bermanfaat untuk mengefektifkan pengumpulan dana zakat, infaq, dan shodakoh bagi kesejahteraan orang banyak.
3. Ditumbuhkan dari bawah berdasarkan peran serta masyarakat di sekitarnya.
4. Menjadi milik bersama masyarakat bawah bersama dengan orang kaya di sekitar BMT, bukan milik perseorangan atau orang dari luar masyarakat.
Dalam rangka mencapai tujuan dan agar peranannya berjalan dengan maksimal, BMT berfungsi sebagai lembaga yang mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota dan masyarakat daerah kerjanya. Dengan demikian, BMT dituntut untuk mampu;
1. Meningkatkan kualitas SDM anggota dan masyarakat wilayah kerjanya untuk menjadi lebih profesional dan Islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.
2. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
3. Menjadi perantara keuangan (fiancial intermediary), antara agniya (kelompok orang-orang kaya) sebagai shahibul maal (pemilik dana) dengan du’afa (kelompok masyarakat kelas bawa) sebagai mudharib (pelaksana usaha), terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, dan lainnya.
4. Menjadi perantara keuangan (financial intermediary), antara pemilik dana (shohibul maal), baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana (mudharib) untuk mengembangkan usaha yang lebih produktif.
5. Koperasi Syariah
6. Pererat Tali Silaturahim agar RahmatNya Senantiasa Terlimpah Atas Ummatnya.